This is my heart
It just one and only
Because it one and only, I give it for you
But you refuse it
No thank you for me
And you still look for another heart
And it's so hurt for me
When I know you just find a heart
I just smile
And I'm lying my heart
I say I'm fine
I tell you that I'm happy to hear it
And because I look your happy face
I can smile and hold out
And maybe I can allow you
But you must know
That I can't forget you
Because forget you mean remove you from my heart
And I can't do it
Because you ever come in my life
Fill my heart with love
Fill my day with amazing thing
And forever
You are the best people that I know
Thank you for everything
--- untuk dia yang tak pernah paham isi hatiku selama 2 tahun ini
Senin, 18 Juni 2012
Kamis, 14 Juni 2012
Makna Seorang Teman
Teman..
Bukan hanya sebuah kata tanpa makna
Bukan hanya 5 huruf yang dirangkai
Bukan hanya sebagai pelengkap dalam kalimat
Tapi teman..
Merupakan sebuah kata yang bermakna besar
Tanpa teman, hidup ini hampa
Kosong, tak berarti
Merupakan 5 huruf yang tidak dirangkai asal
Ataupun secara tidak sengaja
5 huruf itu sengaja dibentuk
Sebagai pelengkap hidup yang amat penting
Hanya seorang teman sejati
Yang mampu memahami isi hati
Mampu mengetahui kapan saatnya suka dan duka
Bercanda dan menghibur
Bercerita dan mendengarkan
Berteman harus tulus
Menerima apa adanya
Dan tak ada kebohongan di dalamnya
Sehingga setiap kata yang terucap
Setiap tawa yang terlepas
Senyum tulus yang menyertainya
Tangis sedih ataupun bahagia
Canda tawa yang hangat
Mampu menggores setiap jiwa
Sehingga selalu membekas di hati
--- untuk mereka yang mengisi hari-hariku
Bukan hanya sebuah kata tanpa makna
Bukan hanya 5 huruf yang dirangkai
Bukan hanya sebagai pelengkap dalam kalimat
Tapi teman..
Merupakan sebuah kata yang bermakna besar
Tanpa teman, hidup ini hampa
Kosong, tak berarti
Merupakan 5 huruf yang tidak dirangkai asal
Ataupun secara tidak sengaja
5 huruf itu sengaja dibentuk
Sebagai pelengkap hidup yang amat penting
Hanya seorang teman sejati
Yang mampu memahami isi hati
Mampu mengetahui kapan saatnya suka dan duka
Bercanda dan menghibur
Bercerita dan mendengarkan
Berteman harus tulus
Menerima apa adanya
Dan tak ada kebohongan di dalamnya
Sehingga setiap kata yang terucap
Setiap tawa yang terlepas
Senyum tulus yang menyertainya
Tangis sedih ataupun bahagia
Canda tawa yang hangat
Mampu menggores setiap jiwa
Sehingga selalu membekas di hati
--- untuk mereka yang mengisi hari-hariku
Senin, 14 Mei 2012
Cepat dan Tanpa Pikir Panjang
Aku dan dirimu
Sebelumnya bersapa pun jarang
Tapi setelah hari itu
Kau ajak kubicara
Memang aku merasa cukup nyaman
Ternyata kau maju lagi
Kau minta nomerku
Kau ajakku sms an
Dan aku cukup terkejut
Ketika kau ungkapkan itu
Tidakah terlalu cepat
Pikirku melayang
Mengingat tentang orang lain yang mengisi hatiku
Dengan langsung kujawab tidak
Ya, aku tak mungkin menerimamu
Kalau di hati ini ada orang lain
Karena sebetulnya
Aku juga tak yakin
Dengan apa yang kau ungkapkan
Terlalu cepat dikata
Terlalu sulit dipahami
--- untuk dia yang mengajakku chat Sabtu siang :)
Sebelumnya bersapa pun jarang
Tapi setelah hari itu
Kau ajak kubicara
Memang aku merasa cukup nyaman
Ternyata kau maju lagi
Kau minta nomerku
Kau ajakku sms an
Dan aku cukup terkejut
Ketika kau ungkapkan itu
Tidakah terlalu cepat
Pikirku melayang
Mengingat tentang orang lain yang mengisi hatiku
Dengan langsung kujawab tidak
Ya, aku tak mungkin menerimamu
Kalau di hati ini ada orang lain
Karena sebetulnya
Aku juga tak yakin
Dengan apa yang kau ungkapkan
Terlalu cepat dikata
Terlalu sulit dipahami
--- untuk dia yang mengajakku chat Sabtu siang :)
Janji Palsu
Tiap detik berlalu
Menit yang berjalan
Jam terus berganti
Aku menungu
Dan tetap bertahan
Menanti dirimu
Senang hatiku akan bertemu
Tapi setelah itu
Aku kecewa
Kau batalkan janji
Tapi aku tetap tersenyum seakan tak apa
Aku dan dia pun menunda janji
Esok pagi menyingsing
Aku berangkat dengan ceria
Karena kutau kita kan bertemu
Dan setelah aku sampai
Kau batalkan lai rencana kita
Janji kita
Dan aku merasa tak sabar lagi
Aku jengkel
Aku mangkel
Aku lelah dibohongi
Kau tahu betapa sakit ketika kau katakan
Ndak jadi dud :D
--- untuk dia yang selalu ada untukku setiap hari
Menit yang berjalan
Jam terus berganti
Aku menungu
Dan tetap bertahan
Menanti dirimu
Senang hatiku akan bertemu
Tapi setelah itu
Aku kecewa
Kau batalkan janji
Tapi aku tetap tersenyum seakan tak apa
Aku dan dia pun menunda janji
Esok pagi menyingsing
Aku berangkat dengan ceria
Karena kutau kita kan bertemu
Dan setelah aku sampai
Kau batalkan lai rencana kita
Janji kita
Dan aku merasa tak sabar lagi
Aku jengkel
Aku mangkel
Aku lelah dibohongi
Kau tahu betapa sakit ketika kau katakan
Ndak jadi dud :D
--- untuk dia yang selalu ada untukku setiap hari
Selasa, 27 Maret 2012
Nostalgia #Part-Two
First time I knew you
I would to know you more
And like wind, time was walking slowly
Suddenly you lost swallowed by earth
Hey, where are you ?
I tried to found you
But I couldn't find you
Until I buried my feel
Suddenly you surprised me
You appeared with your smile
Didn't you know ?
I cried sad because miss you
Now, I satisfied
Although time is walking as fast as train
I never lost you again
Because your promise there with me
If you don't contact me some day
I'm not afraid again
Because behind your motive
I know, you won't forget me
I'm not your girl
But I'm an important girl in your heart
Like brother and sister
We are always one heart one soul
I would to know you more
And like wind, time was walking slowly
Suddenly you lost swallowed by earth
Hey, where are you ?
I tried to found you
But I couldn't find you
Until I buried my feel
Suddenly you surprised me
You appeared with your smile
Didn't you know ?
I cried sad because miss you
Now, I satisfied
Although time is walking as fast as train
I never lost you again
Because your promise there with me
If you don't contact me some day
I'm not afraid again
Because behind your motive
I know, you won't forget me
I'm not your girl
But I'm an important girl in your heart
Like brother and sister
We are always one heart one soul
Nostalgia
Remembering
First time
I know you
I find something different
I think you are kind
I think you are funny
And I just want
Want to know you more
But
I don't know why
Suddenly you lost from me
I'm confused
I'm sad
I'm crying
I can't find you
Where are you ?
And suddenly you come back
I'm surprised
I won't lose you again
You are my everything
And nobody can't
Break us
Because we are one heart
First time
I know you
I find something different
I think you are kind
I think you are funny
And I just want
Want to know you more
But
I don't know why
Suddenly you lost from me
I'm confused
I'm sad
I'm crying
I can't find you
Where are you ?
And suddenly you come back
I'm surprised
I won't lose you again
You are my everything
And nobody can't
Break us
Because we are one heart
Jumat, 03 Februari 2012
Last Time I Have Feeling To You
Kata orang jatuh cinta itu berjuta rasanya
Dan untuk sekian kali kumerasakannya
Kurasa kau cukup beruntung pernah mendapat dariku
Karena aku tak sembarang memilih kamu
Baru pertama ini kutulis semua perasaanku
Di atas kertas mengalir lancar pena
Terbentuk beberapa puisi rindu
Yang menjadikanmu berbeda dengan sebelumnya
Tau ngga kamu itu spesial loh
Sebelumnya aku ngga pernah segalau ini
Perasaanku kali ini memang cukup heboh
Kutuang agar buku campuranku terpenuhi
23- 24 Januari 2012
First Time I Feel In Love With You
Tak mau lagi
Kuingat semua tentang ia ini
Tidak ! Jangan biarkan ia masuk
Dalam, kelam, dingin, menusuk
Merambat ke relung hati yang terdalam
Begitu buas, tajam mencekam
Seperti pisau mengiris tumpah nadiku
Dan awan menangisiku pilu
Apalagi yang harus kubuat
Untuk membuka hati yang tertutup pekat
Tuhan, sampaikanlah rindu sayang
I miss you so, sayang
10 Januari 2012
Minggu, 29 Januari 2012
Wanklivang ~
“Lee,
besok jadi basketan?” tanya Bintang di telepon.
“Jadi,
Me. Lu ikut kan?”
“Iya,
donk! Sama siapa aja?”
“Lim,
Ton, Gee, sama Ki. Lapangan Baslov, jam 9 pagi ya!”
“Hah?
Pagi bener!”
“Ini
udah siang kali Me. Mau ikut nggak? Kalo mau, nanti gue bilangin Gee. Gee mau
beliin nasi tuh, buat kita nanti abis basketan.”
“Serius?
Asikk nihh! Ya udah, gue ikutan deh. Bangunin ya!”
“Pasang
weker napa? Bangunin jam berapa?”
“Katanya
nggak mau mbangunin gue? Haha… Jam delapan atau setengah sembilan juga nggak
papa.”
“Oke,
begitu gue bangun tak telpon deh.”
“Nah,
gitu, donk! Thanks Lee.”
“Woles.”
“Apa
itu?”
“Oke.
Bahasa gaul. Lu nggak gaul sih. Hahaha….”
“Oalah.
Ya udah, bye Lee.”
Bintang
Ayu Pratama, satu-satunya anak perempuan dalam Wanklivang. Anggotanya ada 6,
dengan anggota tertua William yang biasa dipanggil Lee, kemudian disusul
Giovanno atau Gee, Anthony biasa dipanggil Ton, Xiao Lim atau Lim, Kiki akrab
dengan Ki, dan Bintang sebagai anggota termuda yang sering dipangil Meme (adik
perempuan). Wanglivann adalah sebuah grup band. Gee sebagai penyanyi utama, Ton
sebagai penyanyi tambahan dan filler, Ki sebagai keyboardist, Lim sebagai
bassist, Lee sebagai gitaris, dan Meme sebagai drummer. Walaupun perempuan,
bisa diakui, kemampuan drum Meme di atas rata-rata.
“Meme
!!! Bangun!” jerit William setelah berkali-kali dia menelepon dan akhirnya di
angkat juga.
“Hah?
Kenapa?” tanya Bintang sambil sedikit menggumam.
“Bangun
Meme sayang! Jadi basketan nggak?” tanya William sambil menjerit-jerit.
“Hah?
OH IYA! Gue lupa. Maaf, maaf.”
“Cepet
mandi sana, jangan tidur lagi! Kamu nggak nyalain weker?”
“Udah
sih, cuma kok kayaknya nggak bunyi ya?”
“Lu
apaan yang denger, Me? Kalo tidur nggak denger apa-apa deh!”
“Hahaha….
Iya juga, sih. Udah ah, gue mau mandi dulu.”
“Iya.
Bye. Eh, bawa bola basket!”
“Gue
yang bawa? Ya udah.”
Bintang
segera masuk ke kamar mandi dan menghabiskan waktu di sana hanya 10 menit. Ia
menguncir rambutnya sebentar dan mengambil kunci mobilnya. Ia segera menuju ke
lapangan Baslov dan menunjukkan membernya ke resepsionis.
“Woii,
Ki! Sendirian?” sapa Bintang.
“Tadi
Lee ama Gee udah dateng sih. Cuma, lagi nyari makanan. Gee lupa beli.”
“Walahh.
Lha Ton ama Lim di mana?”
“Baru
perjalanan. Mereka berangkat bareng.”
“Ohh.
Main dulu, yuk!”
Tidak
lama kemudian, William, Giovanno, Anthony, dan Xiao Lim datang menghampiri
mereka. Mereka pun mulai bermain three on three. Bintang, Anthony, dan
Kikimelawan William, Giovanno, dan Xiao Lim. Tentu mengherankan bukan, kalau
pemenangnya diraih oleh kelompok Bintang? Setelah capek bermain, mereka makan
nasi warteg yang dibelikan Giovanno dan William tadi.
“Abis
ini JJ yuk!” ajak Giovanno.
“Ciee,
yang lagi banyak duit, ciee,” goda Anthony.
“Iya,
Ton. Abis THR. Hahaha…,” balas Giovanno.
“Gaya
lu, pake THR THR an segala! Kerja apa lu?” tanya Xiao Lim.
“Bantu
ortu gue, jatok,” kata Giovanno.
“Jatok?
Apa itu?” tanya Bintang polos.
“Jaga
toko, Meme. Masa nggak tau, sih?” jawab Kiki.
“Ohh.
Hahaha…. Nggak tau, Ki,” kata Bintang. “Eh, gue nggak ikut JJ ya?”
“Napa,
Tang?” tanya Giovanno langsung lesu. Giovanno memang memanggil Bintang dengan
sebutan namanya. Entah kenapa. Mungkin karena mereka sudah kenal sejak kecil
dan Giovanno selalu memanggilnya Bintang. Lagian, mereka nggak biasa saling
memanggil satu sama lain dengan panggilan elu-gue.
“Bokek,
Gee! Kamu mau traktir aku?” tanya Bintang.
“Nggak
papa kalo kamu butuh. Mumpung banyak duit, nih!” jawab Giovanno spontan.
“Serius
kamu? Aku cuma bercanda tadi.”
“Iyaa.
Kalo kamu butuh. Bukan berarti kamu boleh borong seisi Mall.”
“Wahh,
makasih, Gee! Kamu temenku yang paling baik deh!”
“Kami
juga mau donk!” William, Anthony, Kiki, dan Xiao Lim memasang muka melas di
hadapan Giovanno.
“Eitss!
Hanya berlaku untuk 1 orang saja! Salah sendiri nggak minta duluan!” tolak
Giovanno.
“Kalo
kami minta duluan, emank bakal lu traktir?” tanya Xiao Lim.
“Nggak
juga,” balas Giovanno tegas.
“Ciee….
Ni mesti ada apa-apanya deh. Kalian berdua jadian? Kapan? Selamet ya!” kata
William yang langsung dipukul kepalanya oleh Giovanno.
“Huss!
Ngawur lu!”
“Udah,
udah. Jadi pergi nggak? Gue pinjemin mobil gue mau?” tanya Bintang.
“Mobil
lu kecil, Me. Mana cukup buat kita?” protes Kiki.
“Siapa
bilang? Gue ganti mobil, Ki. Grand Livina,” jawab Bintang.
“Okee!
Cabut yuk! Grand Estella ya!”
Mereka
berenam segera menghabiskan waktu di sana. Mereka makan, nge-pump, bahkan
foto-foto. Begitu Mall nya mau tutup, mereka baru pulang. Bintang mengantarkan
teman-temannya ke lapangan Baslov untuk mengambil motor mereka yang ditinggal.
Setelah itu, Bintang segera pulang ke rumahnya dan mandi. Selesai mandi, ia
mendengar Hp nya berbunyi menunjukkan tanda-tanda ada yang menelpon.
“Gee?
Ada apa?” tanya Bintang.
“Kamu
udah sampe kan?” tanya Giovanno.
“Udah,
Gee. Kenapa?”
“Nggak
kok, nggak papa. Cuma mastiin aja. Ini udah malem, bahaya kalo cewek kayak kamu
pulang sendirian.”
“Wooh!
Merendahkan. Gini-gini, aku udah kuat mental gara-gara masuk Wanklivang.”
“Hahaha.
Lagi apa, Tang?”
“Mau
buka laptop. Mau buat cerita. Kamu, Gee?”
“Lagi
nelpon kamu lho ya! Hahaha. Udah malem lho, Tang. Istirahat gih!”
“Enak
aja nyuruh-nyuruh! Siapa lu?"
“Giovanno
Pradityo, umur 16 tahun, kelas 2 SMAN 2. Lahir tanggal 5 Mei 1995 di Pontianak,
gedhe di Semarang. Ada yang kurang?”
“GEE!
Aku bunuh kau!”
“Waa….
Lari dulu ya? Takut!”
“Mana
ada orang mau dibunuh pake ijin dulu? Hahaha.”
Giovanno
dan Bintang asik ngobrol sendiri. Mereka memang suka ngaco kalo di telepon,
terutama Giovanno yang memang suka ngelawak. Sebelum terbentuk Wanklivang, kalo
lagi sedih, Bintang pasti cerita ke Giovanno dan Bintang akan kembali ceria.
“Me!
Sini, gue mau ngasih tau lu sesuatu,” panggil Kiki.
“Apaan?”
tanya Bintang.
“Lu
ama Gee kenal sejak kecil ya?”
“Iya.
Kenapa?”
“Pantes
segitu akrab. Nihh, menurut survey gue, Gee suka ama lu, Me.”
“Hah?
Siapa bilang? Lu bisa ngomong gini ada bukti emank?”
“Coba
deh, inget aja. Waktu jalan, dia mau bayarin elu. Kalau lu kesepian, dia pasti
ada di sisi lu. Kalau dia kenapa-napa, orang pertama yang dia hubungin elu, Me.
Kalo ada telepon dari lu, dia pasti ngangkat dengan semangat. Apa lagi coba
kalau bukan suka?”
“Ki,
lu nggak bisa ambil kesimpulan sendiri, donk! Emank Gee pernah ngomong sama lu
kalo dia suka ama gue?”
“Nggak
sih, tapi kan….”
“Tuh
kan! Lu ambil kesimpulan sendiri deh. Itu karena gue ama dia udah deket sejak
kecil, Ki. Sejak kecil, kita udah sering maen bareng, ngapa-ngapain juga
barengan.”
“Me,
lu tuh nggak sadar ya? Lu tuh udah gedhe, Me. Iya, gue tau lu ama gue beda 2
tahun. Tapi bukan berarti lu masih kecil. 13 tahun itu udah remaja, Me.”
“Gue
nggak kekanak-kanakan, Ki! Elu kenapa sih, ribut banget hari ini?”
“Gue
kan cuma kasih nasihat ke elu, Me. Manja banget sih, elu?”
“Tau!
Gue nggak butuh nasihat lu, Ki. Nggak ada yang beneran! Apa lu kata dah, gue
nggak mau urusan lagi, ama lu!”
“Oke!
Lu, gue, end!” teriak Kiki yang akhirnya benar-benar kesal pada Bintang.
“Eh,
liat itu, Ton, Lim? Wah, bahaya, nih!” kata William pada Anthony dan Xiao Lim.
“Iya
deh, Lee. Eh, elu susul aja si Meme. Lu bujuk-bujuk dia biar mau damai ama
Kiki. Kita berdua yang bujuk Kiki. Gimana?” tanya Anthony.
“Iya,
Lee. Lu yang paling tua, paling bijak, paling sabar, paling bisa ngertiin Meme,”
kata Xiao Lim.
“Gue
lagi? Astajimm…. Capek gue kalo disuruh ngurusin tuhh anak. Aneh ya, tomboy
tomboy gitu, tapi manja banget! Coba ada Gee. Dia pengertian banget sama Meme.
Dia juga yang tau apa yang Meme suka. Gee ke mana sih?” tanya William sambil
menggerutu.
“Gee
di rumah Lee. Banyak tugas katanya. Nggak tau juga, sih. Hahaha…,” jawab Xiao
Lim.
“Banyak
alesan dia! Ya udah, cabut yuk!”
“Gee….
Kamu kenapa sih, ditelpon nggak diangkat-angkat? Aku butuh ni,” gumam Bintang
yang duduk di sudut kursi taman. Bintang, William, Anthony, Xiao Lim, dan Kiki
memang lagi main ke taman tempat mereka kumpul biasanya. Giovanno nggak ikut
karena lagi sibuk bantu orang tuanya.
“Me?”
perlahan-lahan William mendekati Bintang. “Lu nangis, Me?”
“Eh,
nggak kok. Anu, cuma kemasukan debu tadi. Gue nggak papa, kok. Kenapa?” tanya
Bintang sambil menghapus air matanya.
“Biasa
deh! Itu alesan udah basi, Me. Nih, hapus dulu air mata lu, tuhh!” kata William
sambil memberikan selembar tisu. “Ada apa? Mau cerita?”
“Kiki….
Dia jahat. Dia katain gue manja, kekanak-kanakan.”
“Ohh….
Kenapa bisa dia bilang kayak gitu?”
“Dia
bilang Gee suka sama gue. Gue bantah dia, gue bilang kalo kita cuma temenan aja
dari kecil. Trus, dia katain gue kekanak-kanakan.”
“Tapi,
nih Me, emank gue kira Gee suka ama lu. Akhir-akhir ini perlakuan dia ke elu
beda, deh Me. Nggak kayak temen biasa, tapi kayak ada gimananya, gitu.”
“Elu
sama kayak Kiki deh, Lee!”
“Eh?
Kok disamain, Me? Kan gue cuma kasih pendapat.”
“Tapi
lu sama kayak Kiki. Nuduh orang tanpa bukti yang jelas.”
“Meme,
gue cuma kasih pendapat, bukan berarti gue nuduh orang itu!”
“Ahh!
Nggak tau! Pergi sana! Jauh jauh dari gue! Benci gue liat lu!”
“Gimana,
Lee? Berhasil?” tanya Anthony.
“Balik
ngamuk ke gue. Tuhh anak memang lagi nggak mood kali ya?” jawab William.
“Gue
mau coba. Lu coba ngomong sama Kiki. Dia juga keras kepala,” kata Xiao Lim
sambil menuju ke tempat Bintang duduk sendirian.
“Meme?
Lu kenapa?” tanya Xiao Lim mendekati Bintang.
“Pergi,
Lim! Jangan deketin gue. Gue pengen sendiri!”
“Ya
udah. Dibaikin nggak mau,” Xiao Lim langsung meninggalkan Bintang menuju
William dan Anthony. “Dia ngusir gue.”
“Jahh,
elu nggak ada usaha sama sekali sih!” tegur William.
“Gue
takut ama dia, sob! Hahaha….”
“Elu
segini gedhe takut ama Meme yang kecil gitu. Astajimmm !!! Gue aja deh yang
coba,” kata Anthony.
“Coba
aja, sana! Sukses, Ton!”
“Meme!
Mau crita?” tanya Anthony sambil menepuk pundak Bintang.
“Kenapa
sih, kalian semua pada ribut? Gue cuma pengen cerita ama Gee. Gue butuh Gee.
Tapi kenapa telponnya nggak diangkat?”
“Harus
Gee? Kita kan juga temen lu, Me.”
“Tapi
cuma Gee yang tau perasaan gue. Cuma dia yang bisa ngertiin gue. Gue kangen
sama Gee. Gue suka sama Gee.”
“Lu
suka sama, Gee?” tanya William tiba-tiba ikut mendekati Bintang.
“Upps!
Nggak kok, nggak!” elak Bintang.
“Nggak
bisa bilang nggak suka? Kita semua denger, Me. Lu cepetan bilang ke Gee, deh!”
kata Xiao Lim yang tiba-tiba ada di situ juga.
“Iya,
Me. Lebih baik lu jujur aja. Banyak cewek yang ngantri di depan Gee. Tapi, dia
nggak mau nerima karena dia setia ama elu, Me. Barusan dia telpon gue, cerita
ke gue,” tiba-tiba saja Kiki juga nongol di depan Bintang.
“Tapi….
Gue kan cewek. Masa nembak cowok?”
“Gue
bilangin, deh!” Kiki langsung mengambil HP nya dan menelepon Giovanno sebelum
Bintang melarangnya.
“Gee,
ke sini cepetan! Lu tembak Meme sekarang juga! Tapi elu ke sini! Oke. Cepetan
ya!” Kiki memutuskan hubungan. “Udah, Me. Tunggu aja ya!”
“KIKI!!!
Gue bunuh lu!” geram Bintang beberapa detik sebelum Giovanno datang.
“Gila
lu, Gee! Naik apaan lu seepet itu?” tanya Kiki.
“Elu
lupa kalo rumah gue kan deket banget sama nih taman?” jawab Giovanno dengan
pertanyaan juga.
“Lupa
gue. Hahaha…. Gee, gue ama Ton, Lee, Lim cari minum dulu ya!” pamit Kiki.
“Gue
titip 2!” seru Giovanno pada Kiki yang mulai menjauh.
“Gee….”
“Apa,
Tang?”
“Aku
telpon kamu kok nggak diangkat? Aku lagi butuh kamu, tau!” protes Bintang
tiba-tiba.
“Maaf,
Tang. Nggak denger tadi. Kenapa? Kangen? Jujur aja, deh! Daripada kamu nyesel?
Banyak yang antri, tapi aku tetep pertahanin kamu, Tang. Aku suka ama kamu,
Tang. Aku butuh kamu di sisiku.”
“Gee….
Mungkin kamu nggak sadar kalo aku juga udah suka ama kamu dari dulu. Aku pun
baru sadar sekarang saat aku bener-bener butuh kamu.”
“Tang,
kamu mau jadi cewekku?”
“Nggak,”
jawab Bintang singkat yang membuat Giovanno sontak terperangah.
“Nggak
bisa nolak?” tanya Giovanno.
“Ih,
pede! Tapi, tau dari mana aku mau ngomong kayak gitu?”
“Udah
sering kali, Tang kata-kata ini. Hahaha…. Untung deh, kamu mau jujur sama
perasaanmu. Coba nggak! Wah, aku terlanjur jadi milik orang lain, kamu yang
miris ngeliatnya. Jujur itu selalu membawa kebahagiaan, Tang.”
“Oh
ya? Kalau gitu, kamu harus selalu jujur sama aku!”
“Tentu
saja, asalkan kau lakukan itu juga! Hahaha…. Bintang, Bintang. Kamu emank bintangku
yang bersinar paling terang, Di angkasa dan di hatiku.”
Giovanno
memeluk Bintang yang balas memeluknya.William, Anthony, Xiao Lim, dan Kiki ikut
tersenyum bahagia mengintip kejadian ini.
Jumat, 27 Januari 2012
Musuh dibalik Saudara
“Huh hah huh hah…,” Vena masuk ke
kelas dengan muka merah padam gara-gara berlari dari rumah ke sekolahnya yang
tidak terlalu jauh itu. Tadi pagi, Vena bangun jam setengah tujuh. Langsung
saja cepat-cepat ia mandi. Karena jarak rumah-sekolah tidak sampai 10 menit,
Vena sampai di sekolah tepat ketika pintu gerbang akan ditutup. Ini gara-gara
Mama pergi ke Hongkong, sih, batin Vena.
Marvena Aprilliani adalah seorang
anak keluarga broken home. Ayahnya meninggalkannya ketika umurnya baru 1 bulan.
Ibunya adalah seorang pekerja kantor yang tangguh dan pintar sehingga bisa
membiayai sekolah anaknya di sekolah elit.
“Vena…. Baru datang nih? Kenapa
telat?” tanya Arvel, sahabatnya.
“Mama…. Mama ke Hongkong, aku nggak
ada yang bangunin tadi. Makanya aku telat,” jawab Vena.
“Emang kamu bangun jam berapa?” tanya
Arvel sambil mengambil buku Matematikanya.
“Jam setengah tujuh,” jawab Vena
santai.
“Astaga, Vena! Kamu nggak pasang jam
weker?”
“Udah bunyi, sih. Trus aku matikan,
biar damai. Hehehe….”
“Besok aku akan bangunin kamu!” kata
Arvel. Vena hanya mengangguk karena Bu Kiren udah datang.
“Ven, lu jahat bangat sih?! Lu pukul
Aji pake apa, hah? Lu pikir kepala Aji sekuat tembok, apa? Udah tau Aji itu
badannya lemes, eh malah dipukul lagi!” serang Arvel pada Vena.
“Maaf, Vel. Aku nggak sengaja. Tadi
aku lagi asyik main basket, nggak taunya waktu aku ngeshoot, waktu itu juga Aji
lewat. Maafin aku, Vel…. Aku bener-bener nggak sengaja,” pinta Vena.
“Maaf, maaf! Emang cukup apa lu minta
maaf? Kalo sampe Aji kenapa-napa, gue tuntut lu!” Arvel masih marah-marah. Aji,
pacar Arvel sejak 2 bulan lalu, memang seorang yang lemah fisiknya. Tadi,
begitu Aji kena bola, ia langsung dilarikan ke rumah sakit. Tiba-tiba keluarlah
seorang dokter dari kamar Aji.
“Dokter, gimana kabar Aji?” tanya
Arvel langsung.
“Pasien mengalami gegar otak yang
cukup berat. Pasien akan melupakan beberapa hal dalam jangka waktu 3 bulan
terakhir,” jawab sang dokter.
“Tidak…,” gumam Arvel yang langsung
masuk ke kamar Aji. Vena pun ikut masuk diam-diam.
“Heh…. Keluar lu!” perintah Arvel.
“Tapi, Vel….”
“Gue suruh lu keluar! Sekarang juga!
Nggak usah dateng ke sini lagi!”
“Arvel…. Aku minta maaf, Vel....”
“Cepet keluar ato gue panggilin
satpam nih!” Vena langsung keluar dari kamar Aji. Dia pulang sambil menundukkan
kepala, tanda putus asa.
“Heh! Jalan pake mata! Lu tuh punya
mata dipake yang bener!” Arvel sengaja mengulurkan kakinya di depan Vena.
“Hoii! Lu yang jegal gue. Sadar diri
donk! Jalan pake mata, kapan sampenya?” bentak Vena.
Hmm…. Gara-gara insiden “gagar otaknya
Aji”, Vena sama Arvel jadi tengkar mulu. Nih, lihat belum ada 5 menit udah
tengkar lagi….
“ARVEL!!! Lu apain meja gue hah?
Lengket semua kaya gini…. Awas lu ya!”
“Sukurin! Siapa suruh lu hancurin
kenangan gue?!”
Wah wah…. Keadaan terus bertambah parah
hingga ada suatu kejadian yang mengejutkan mereka berdua…
“Vena, kamu ikut Mama ya! Hari ini
Mama mau ketemu Papa kamu.”
“Yahh Mama…. Males lagi,” protes
Vena.
“Eh…, nggak ada males-malesan. Ganti
dress sana, sekarang!”
Di rumah yang lain…
“Arvel, ikut Papa! Papa mau ketemu
Mama kamu. Kamu pasti pengen liat kan wajah Mama kamu?”
“Hmm…. Oke deh Pa.”
1 jam kemudian di suatu resto….
“Ma, Papa mana?” tanya Vena.
“Belum datang sayang. Kita tunggu
dulu aja.”
“Vena ke kamar mandi dulu, yahh Ma.”
Tanpa diduga…
“Della…. Apa kabar?” tanya Papa.
“Wah, Thomas…. Ini Arvel?” tanya
Mama.
“Iya, Ma. Arvel kangen Mama,” jawab
Arvel.
“Loh, Vena ke mana, Ma? Nggak ikut?
Kan kita udah sepakat mau mempertemukan kedua anak kita,” tanya Papa.
“Vena?” celetuk Arvel heran ketika mendengar
nama Vera dan melihat seseorang yang berjalan keluar kamar mandi.
“Arvel?” Vena yang telah sampai di
sebelah Mama juga heran melihat Arvel.
“Vena, Arvel. Kalian ini saudara
kembar….”
“APA? Kembar ama dia? Nggak sudi!”
jerit Vena dan Arvel berbarengan.
“Lohh? Kalian saling kenal?” tanya
Papa bingung.
“Gimana nggak? Vena sampe bosen
sekelas ama dia. Sikapnya itu lho, nggak bisa dewasa,” jawab Vena.
“Heh, nyadar donk! Kamu itu yang
sembrono. Kerja aja grasa-grusu,” protes Arvel.
“Heii! Kalian ini kembar kok malah
tengkar?” lerai Mama.
“Kembar kok nggak mirip,” celetuk
Arvel.
“Vel…. Sebentar sebentar. Aku baru
ingat kalo nama kita mirip. Iya, nama kita mirip. Dulu kita sering
berandai-andai kalo kita itu saudara kembar. Ingat? Namaku Marvena Aprilliani dan
kamu Marvella Aprilliana,” kata Vena menyadarkan Arvel.
“Iyaa…. Trus kita tengkar cuma
gara-gara Aji. Ya ampun, Ven…. Maaf banget ya, waktu itu aku nggak maafin
kamu,” kata Arvel.
“Iya, nggak apa-apa kok. Yang
penting, kita udah sama-sama sadar,” jawab Vena sambil tersenyum.
“Boleh Mama lanjut? Mama dan Papa
bercerai saat kalian masih sangat kecil. Nah, sekarang ini, kami ingin bersatu
kembali. Bagaimana pendapat kalian?” tanya Mama.
“Wah, serius ini, Ma?” tanya Vena.
“Serius, Pa?” tanya Arvel.
“Iyaa, nak…,” jawab Mama dan Papa.
Wah…. Akhirnya mereka berempat saling
berpelukkan, mereka keluar dari resto tanpa membeli apa-apa. Pelayan yang
menjaga resto sampai terbengong-bengong melihat adegan itu. Huft… finally happy
ending deh!
Langganan:
Postingan (Atom)