Senin, 18 Juni 2012

A Poem Mean A Feel Inside My Heart

This is my heart
It just one and only
Because it one and only, I give it for you
But you refuse it
No thank you for me
And you still look for another heart
And it's so hurt for me
When I know you just find a heart
I just smile
And I'm lying my heart
I say I'm fine
I tell you that I'm happy to hear it
And because I look your happy face
I can smile and hold out
And maybe I can allow you
But you must know
That I can't forget you
Because forget you mean remove you from my heart
And I can't do it
Because you ever come in my life
Fill my heart with love
Fill my day with amazing thing
And forever
You are the best people that I know
Thank you for everything


--- untuk dia yang tak pernah paham isi hatiku selama 2 tahun ini

Kamis, 14 Juni 2012

Makna Seorang Teman

Teman..
Bukan hanya sebuah kata tanpa makna
Bukan hanya 5 huruf yang dirangkai
Bukan hanya sebagai pelengkap dalam kalimat

Tapi teman..
Merupakan sebuah kata yang bermakna besar
Tanpa teman, hidup ini hampa
Kosong, tak berarti
Merupakan 5 huruf yang tidak dirangkai asal
Ataupun secara tidak sengaja
5 huruf itu sengaja dibentuk
Sebagai pelengkap hidup yang amat penting

Hanya seorang teman sejati
Yang mampu memahami isi hati
Mampu mengetahui kapan saatnya suka dan duka
Bercanda dan menghibur
Bercerita dan mendengarkan

Berteman harus tulus
Menerima apa adanya
Dan tak ada kebohongan di dalamnya

Sehingga setiap kata yang terucap
Setiap tawa yang terlepas
Senyum tulus yang menyertainya
Tangis sedih ataupun bahagia
Canda tawa yang hangat
Mampu menggores setiap jiwa
Sehingga selalu membekas di hati


--- untuk mereka yang mengisi hari-hariku

Senin, 14 Mei 2012

Cepat dan Tanpa Pikir Panjang

Aku dan dirimu
Sebelumnya bersapa pun jarang
Tapi setelah hari itu
Kau ajak kubicara
Memang aku merasa cukup nyaman
Ternyata kau maju lagi
Kau minta nomerku
Kau ajakku sms an
Dan aku cukup terkejut
Ketika kau ungkapkan itu
Tidakah terlalu cepat
Pikirku melayang
Mengingat tentang orang lain yang mengisi hatiku
Dengan langsung kujawab tidak
Ya, aku tak mungkin menerimamu
Kalau di hati ini ada orang lain
Karena sebetulnya
Aku juga tak yakin
Dengan apa yang kau ungkapkan
Terlalu cepat dikata
Terlalu sulit dipahami


--- untuk dia yang mengajakku chat Sabtu siang :)

Janji Palsu

Tiap detik berlalu
Menit yang berjalan
Jam terus berganti
Aku menungu
Dan tetap bertahan
Menanti dirimu
Senang hatiku akan bertemu
Tapi setelah itu
Aku kecewa
Kau batalkan janji
Tapi aku tetap tersenyum seakan tak apa
Aku dan dia pun menunda janji
Esok pagi menyingsing
Aku berangkat dengan ceria
Karena kutau kita kan bertemu
Dan setelah aku sampai
Kau batalkan lai rencana kita
Janji kita
Dan aku merasa tak sabar lagi
Aku jengkel
Aku mangkel
Aku lelah dibohongi
Kau tahu betapa sakit ketika kau katakan
Ndak jadi dud :D


--- untuk dia yang selalu ada untukku setiap hari

Selasa, 27 Maret 2012

Nostalgia #Part-Two

First time I knew you
I would to know you more
And like wind, time was walking slowly
Suddenly you lost swallowed by earth

Hey, where are you ?
I tried to found you
But I couldn't find you
Until I buried my feel

Suddenly you surprised me
You appeared with your smile
Didn't you know ?
I cried sad because miss you

Now, I satisfied
Although time is walking as fast as train
I never lost you again
Because your promise there with me

If you don't contact me some day
I'm not afraid again
Because behind your motive
I know, you won't forget me

I'm not your girl
But I'm an important girl in your heart
Like brother and sister
We are always one heart one soul

Nostalgia

Remembering
First time
I know you
I find something different
I think you are kind
I think you are funny
And I just want
Want to know you more

But
I don't know why
Suddenly you lost from me
I'm confused
I'm sad
I'm crying
I can't find you
Where are you ?

And suddenly you come back
I'm surprised
I won't lose you again
You are my everything
And nobody can't
Break us
Because we are one heart

Jumat, 03 Februari 2012

Last Time I Have Feeling To You

Kata orang jatuh cinta itu berjuta rasanya
Dan untuk sekian kali kumerasakannya
Kurasa kau cukup beruntung pernah mendapat dariku
Karena aku tak sembarang memilih kamu

Baru pertama ini kutulis semua perasaanku
Di atas kertas mengalir lancar pena
Terbentuk beberapa puisi rindu
Yang menjadikanmu berbeda dengan sebelumnya

Tau ngga kamu itu spesial loh
Sebelumnya aku ngga pernah segalau ini
Perasaanku kali ini memang cukup heboh
Kutuang agar buku campuranku terpenuhi



23- 24 Januari 2012


First Time I Feel In Love With You

Tak mau lagi
Kuingat semua tentang ia ini
Tidak ! Jangan biarkan ia masuk
Dalam, kelam, dingin, menusuk
Merambat ke relung hati yang terdalam
Begitu buas, tajam mencekam
Seperti pisau mengiris tumpah nadiku
Dan awan menangisiku pilu
Apalagi yang harus kubuat
Untuk membuka hati yang tertutup pekat
Tuhan, sampaikanlah rindu sayang
I miss you so, sayang



10 Januari 2012

Minggu, 29 Januari 2012

Wanklivang ~


“Lee, besok jadi basketan?” tanya Bintang di telepon.
“Jadi, Me. Lu ikut kan?”
“Iya, donk! Sama siapa aja?”
“Lim, Ton, Gee, sama Ki. Lapangan Baslov, jam 9 pagi ya!”
“Hah? Pagi bener!”
“Ini udah siang kali Me. Mau ikut nggak? Kalo mau, nanti gue bilangin Gee. Gee mau beliin nasi tuh, buat kita nanti abis basketan.”
“Serius? Asikk nihh! Ya udah, gue ikutan deh. Bangunin ya!”
“Pasang weker napa? Bangunin jam berapa?”
“Katanya nggak mau mbangunin gue? Haha… Jam delapan atau setengah sembilan juga nggak papa.”
“Oke, begitu gue bangun tak telpon deh.”
“Nah, gitu, donk! Thanks Lee.”
“Woles.”
“Apa itu?”
“Oke. Bahasa gaul. Lu nggak gaul sih. Hahaha….”
“Oalah. Ya udah, bye Lee.”
Bintang Ayu Pratama, satu-satunya anak perempuan dalam Wanklivang. Anggotanya ada 6, dengan anggota tertua William yang biasa dipanggil Lee, kemudian disusul Giovanno atau Gee, Anthony biasa dipanggil Ton, Xiao Lim atau Lim, Kiki akrab dengan Ki, dan Bintang sebagai anggota termuda yang sering dipangil Meme (adik perempuan). Wanglivann adalah sebuah grup band. Gee sebagai penyanyi utama, Ton sebagai penyanyi tambahan dan filler, Ki sebagai keyboardist, Lim sebagai bassist, Lee sebagai gitaris, dan Meme sebagai drummer. Walaupun perempuan, bisa diakui, kemampuan drum Meme di atas rata-rata.

“Meme !!! Bangun!” jerit William setelah berkali-kali dia menelepon dan akhirnya di angkat juga.
“Hah? Kenapa?” tanya Bintang sambil sedikit menggumam.
“Bangun Meme sayang! Jadi basketan nggak?” tanya William sambil menjerit-jerit.
“Hah? OH IYA! Gue lupa. Maaf, maaf.”
“Cepet mandi sana, jangan tidur lagi! Kamu nggak nyalain weker?”
“Udah sih, cuma kok kayaknya nggak bunyi ya?”
“Lu apaan yang denger, Me? Kalo tidur nggak denger apa-apa deh!”
“Hahaha…. Iya juga, sih. Udah ah, gue mau mandi dulu.”
“Iya. Bye. Eh, bawa bola basket!”
“Gue yang bawa? Ya udah.”
Bintang segera masuk ke kamar mandi dan menghabiskan waktu di sana hanya 10 menit. Ia menguncir rambutnya sebentar dan mengambil kunci mobilnya. Ia segera menuju ke lapangan Baslov dan menunjukkan membernya ke resepsionis.
“Woii, Ki! Sendirian?” sapa Bintang.
“Tadi Lee ama Gee udah dateng sih. Cuma, lagi nyari makanan. Gee lupa beli.”
“Walahh. Lha Ton ama Lim di mana?”
“Baru perjalanan. Mereka berangkat bareng.”
“Ohh. Main dulu, yuk!”
Tidak lama kemudian, William, Giovanno, Anthony, dan Xiao Lim datang menghampiri mereka. Mereka pun mulai bermain three on three. Bintang, Anthony, dan Kikimelawan William, Giovanno, dan Xiao Lim. Tentu mengherankan bukan, kalau pemenangnya diraih oleh kelompok Bintang? Setelah capek bermain, mereka makan nasi warteg yang dibelikan Giovanno dan William tadi.
“Abis ini JJ yuk!” ajak Giovanno.
“Ciee, yang lagi banyak duit, ciee,” goda Anthony.
“Iya, Ton. Abis THR. Hahaha…,” balas Giovanno.
“Gaya lu, pake THR THR an segala! Kerja apa lu?” tanya Xiao Lim.
“Bantu ortu gue, jatok,” kata Giovanno.
“Jatok? Apa itu?” tanya Bintang polos.
“Jaga toko, Meme. Masa nggak tau, sih?” jawab Kiki.
“Ohh. Hahaha…. Nggak tau, Ki,” kata Bintang. “Eh, gue nggak ikut JJ ya?”
“Napa, Tang?” tanya Giovanno langsung lesu. Giovanno memang memanggil Bintang dengan sebutan namanya. Entah kenapa. Mungkin karena mereka sudah kenal sejak kecil dan Giovanno selalu memanggilnya Bintang. Lagian, mereka nggak biasa saling memanggil satu sama lain dengan panggilan elu-gue.
“Bokek, Gee! Kamu mau traktir aku?” tanya Bintang.
“Nggak papa kalo kamu butuh. Mumpung banyak duit, nih!” jawab Giovanno spontan.
“Serius kamu? Aku cuma bercanda tadi.”
“Iyaa. Kalo kamu butuh. Bukan berarti kamu boleh borong seisi Mall.”
“Wahh, makasih, Gee! Kamu temenku yang paling baik deh!”
“Kami juga mau donk!” William, Anthony, Kiki, dan Xiao Lim memasang muka melas di hadapan Giovanno.
“Eitss! Hanya berlaku untuk 1 orang saja! Salah sendiri nggak minta duluan!” tolak Giovanno.
“Kalo kami minta duluan, emank bakal lu traktir?” tanya Xiao Lim.
“Nggak juga,” balas Giovanno tegas.
“Ciee…. Ni mesti ada apa-apanya deh. Kalian berdua jadian? Kapan? Selamet ya!” kata William yang langsung dipukul kepalanya oleh Giovanno.
“Huss! Ngawur lu!”
“Udah, udah. Jadi pergi nggak? Gue pinjemin mobil gue mau?” tanya Bintang.
“Mobil lu kecil, Me. Mana cukup buat kita?” protes Kiki.
“Siapa bilang? Gue ganti mobil, Ki. Grand Livina,” jawab Bintang.
“Okee! Cabut yuk! Grand Estella ya!”
Mereka berenam segera menghabiskan waktu di sana. Mereka makan, nge-pump, bahkan foto-foto. Begitu Mall nya mau tutup, mereka baru pulang. Bintang mengantarkan teman-temannya ke lapangan Baslov untuk mengambil motor mereka yang ditinggal. Setelah itu, Bintang segera pulang ke rumahnya dan mandi. Selesai mandi, ia mendengar Hp nya berbunyi menunjukkan tanda-tanda ada yang menelpon.
“Gee? Ada apa?” tanya Bintang.
“Kamu udah sampe kan?” tanya Giovanno.
“Udah, Gee. Kenapa?”
“Nggak kok, nggak papa. Cuma mastiin aja. Ini udah malem, bahaya kalo cewek kayak kamu pulang sendirian.”
“Wooh! Merendahkan. Gini-gini, aku udah kuat mental gara-gara masuk Wanklivang.”
“Hahaha. Lagi apa, Tang?”
“Mau buka laptop. Mau buat cerita. Kamu, Gee?”
“Lagi nelpon kamu lho ya! Hahaha. Udah malem lho, Tang. Istirahat gih!”
“Enak aja nyuruh-nyuruh! Siapa lu?"
“Giovanno Pradityo, umur 16 tahun, kelas 2 SMAN 2. Lahir tanggal 5 Mei 1995 di Pontianak, gedhe di Semarang. Ada yang kurang?”
“GEE! Aku bunuh kau!”
“Waa…. Lari dulu ya? Takut!”
“Mana ada orang mau dibunuh pake ijin dulu? Hahaha.”
Giovanno dan Bintang asik ngobrol sendiri. Mereka memang suka ngaco kalo di telepon, terutama Giovanno yang memang suka ngelawak. Sebelum terbentuk Wanklivang, kalo lagi sedih, Bintang pasti cerita ke Giovanno dan Bintang akan kembali ceria.


“Me! Sini, gue mau ngasih tau lu sesuatu,” panggil Kiki.
“Apaan?” tanya Bintang.
“Lu ama Gee kenal sejak kecil ya?”
“Iya. Kenapa?”
“Pantes segitu akrab. Nihh, menurut survey gue, Gee suka ama lu, Me.”
“Hah? Siapa bilang? Lu bisa ngomong gini ada bukti emank?”
“Coba deh, inget aja. Waktu jalan, dia mau bayarin elu. Kalau lu kesepian, dia pasti ada di sisi lu. Kalau dia kenapa-napa, orang pertama yang dia hubungin elu, Me. Kalo ada telepon dari lu, dia pasti ngangkat dengan semangat. Apa lagi coba kalau bukan suka?”
“Ki, lu nggak bisa ambil kesimpulan sendiri, donk! Emank Gee pernah ngomong sama lu kalo dia suka ama gue?”
“Nggak sih, tapi kan….”
“Tuh kan! Lu ambil kesimpulan sendiri deh. Itu karena gue ama dia udah deket sejak kecil, Ki. Sejak kecil, kita udah sering maen bareng, ngapa-ngapain juga barengan.”
“Me, lu tuh nggak sadar ya? Lu tuh udah gedhe, Me. Iya, gue tau lu ama gue beda 2 tahun. Tapi bukan berarti lu masih kecil. 13 tahun itu udah remaja, Me.”
“Gue nggak kekanak-kanakan, Ki! Elu kenapa sih, ribut banget hari ini?”
“Gue kan cuma kasih nasihat ke elu, Me. Manja banget sih, elu?”
“Tau! Gue nggak butuh nasihat lu, Ki. Nggak ada yang beneran! Apa lu kata dah, gue nggak mau urusan lagi, ama lu!”
“Oke! Lu, gue, end!” teriak Kiki yang akhirnya benar-benar kesal pada Bintang.
“Eh, liat itu, Ton, Lim? Wah, bahaya, nih!” kata William pada Anthony dan Xiao Lim.
“Iya deh, Lee. Eh, elu susul aja si Meme. Lu bujuk-bujuk dia biar mau damai ama Kiki. Kita berdua yang bujuk Kiki. Gimana?” tanya Anthony.
“Iya, Lee. Lu yang paling tua, paling bijak, paling sabar, paling bisa ngertiin Meme,” kata Xiao Lim.
“Gue lagi? Astajimm…. Capek gue kalo disuruh ngurusin tuhh anak. Aneh ya, tomboy tomboy gitu, tapi manja banget! Coba ada Gee. Dia pengertian banget sama Meme. Dia juga yang tau apa yang Meme suka. Gee ke mana sih?” tanya William sambil menggerutu.
“Gee di rumah Lee. Banyak tugas katanya. Nggak tau juga, sih. Hahaha…,” jawab Xiao Lim.
“Banyak alesan dia! Ya udah, cabut yuk!”


“Gee…. Kamu kenapa sih, ditelpon nggak diangkat-angkat? Aku butuh ni,” gumam Bintang yang duduk di sudut kursi taman. Bintang, William, Anthony, Xiao Lim, dan Kiki memang lagi main ke taman tempat mereka kumpul biasanya. Giovanno nggak ikut karena lagi sibuk bantu orang tuanya.
“Me?” perlahan-lahan William mendekati Bintang. “Lu nangis, Me?”
“Eh, nggak kok. Anu, cuma kemasukan debu tadi. Gue nggak papa, kok. Kenapa?” tanya Bintang sambil menghapus air matanya.
“Biasa deh! Itu alesan udah basi, Me. Nih, hapus dulu air mata lu, tuhh!” kata William sambil memberikan selembar tisu. “Ada apa? Mau cerita?”
“Kiki…. Dia jahat. Dia katain gue manja, kekanak-kanakan.”
“Ohh…. Kenapa bisa dia bilang kayak gitu?”
“Dia bilang Gee suka sama gue. Gue bantah dia, gue bilang kalo kita cuma temenan aja dari kecil. Trus, dia katain gue kekanak-kanakan.”
“Tapi, nih Me, emank gue kira Gee suka ama lu. Akhir-akhir ini perlakuan dia ke elu beda, deh Me. Nggak kayak temen biasa, tapi kayak ada gimananya, gitu.”
“Elu sama kayak Kiki deh, Lee!”
“Eh? Kok disamain, Me? Kan gue cuma kasih pendapat.”
“Tapi lu sama kayak Kiki. Nuduh orang tanpa bukti yang jelas.”
“Meme, gue cuma kasih pendapat, bukan berarti gue nuduh orang itu!”
“Ahh! Nggak tau! Pergi sana! Jauh jauh dari gue! Benci gue liat lu!”


“Gimana, Lee? Berhasil?” tanya Anthony.
“Balik ngamuk ke gue. Tuhh anak memang lagi nggak mood kali ya?” jawab William.
“Gue mau coba. Lu coba ngomong sama Kiki. Dia juga keras kepala,” kata Xiao Lim sambil menuju ke tempat Bintang duduk sendirian.
“Meme? Lu kenapa?” tanya Xiao Lim mendekati Bintang.
“Pergi, Lim! Jangan deketin gue. Gue pengen sendiri!”
“Ya udah. Dibaikin nggak mau,” Xiao Lim langsung meninggalkan Bintang menuju William dan Anthony. “Dia ngusir gue.”
“Jahh, elu nggak ada usaha sama sekali sih!” tegur William.
“Gue takut ama dia, sob! Hahaha….”
“Elu segini gedhe takut ama Meme yang kecil gitu. Astajimmm !!! Gue aja deh yang coba,” kata Anthony.
“Coba aja, sana! Sukses, Ton!”
“Meme! Mau crita?” tanya Anthony sambil menepuk pundak Bintang.
“Kenapa sih, kalian semua pada ribut? Gue cuma pengen cerita ama Gee. Gue butuh Gee. Tapi kenapa telponnya nggak diangkat?”
“Harus Gee? Kita kan juga temen lu, Me.”
“Tapi cuma Gee yang tau perasaan gue. Cuma dia yang bisa ngertiin gue. Gue kangen sama Gee. Gue suka sama Gee.”
“Lu suka sama, Gee?” tanya William tiba-tiba ikut mendekati Bintang.
“Upps! Nggak kok, nggak!” elak Bintang.
“Nggak bisa bilang nggak suka? Kita semua denger, Me. Lu cepetan bilang ke Gee, deh!” kata Xiao Lim yang tiba-tiba ada di situ juga.
“Iya, Me. Lebih baik lu jujur aja. Banyak cewek yang ngantri di depan Gee. Tapi, dia nggak mau nerima karena dia setia ama elu, Me. Barusan dia telpon gue, cerita ke gue,” tiba-tiba saja Kiki juga nongol di depan Bintang.
“Tapi…. Gue kan cewek. Masa nembak cowok?”
“Gue bilangin, deh!” Kiki langsung mengambil HP nya dan menelepon Giovanno sebelum Bintang melarangnya.
“Gee, ke sini cepetan! Lu tembak Meme sekarang juga! Tapi elu ke sini! Oke. Cepetan ya!” Kiki memutuskan hubungan. “Udah, Me. Tunggu aja ya!”
“KIKI!!! Gue bunuh lu!” geram Bintang beberapa detik sebelum Giovanno datang.
“Gila lu, Gee! Naik apaan lu seepet itu?” tanya Kiki.
“Elu lupa kalo rumah gue kan deket banget sama nih taman?” jawab Giovanno dengan pertanyaan juga.
“Lupa gue. Hahaha…. Gee, gue ama Ton, Lee, Lim cari minum dulu ya!” pamit Kiki.
“Gue titip 2!” seru Giovanno pada Kiki yang mulai menjauh.
“Gee….”
“Apa, Tang?”
“Aku telpon kamu kok nggak diangkat? Aku lagi butuh kamu, tau!” protes Bintang tiba-tiba.
“Maaf, Tang. Nggak denger tadi. Kenapa? Kangen? Jujur aja, deh! Daripada kamu nyesel? Banyak yang antri, tapi aku tetep pertahanin kamu, Tang. Aku suka ama kamu, Tang. Aku butuh kamu di sisiku.”
“Gee…. Mungkin kamu nggak sadar kalo aku juga udah suka ama kamu dari dulu. Aku pun baru sadar sekarang saat aku bener-bener butuh kamu.”
“Tang, kamu mau jadi cewekku?”
“Nggak,” jawab Bintang singkat yang membuat Giovanno sontak terperangah.
“Nggak bisa nolak?” tanya Giovanno.
“Ih, pede! Tapi, tau dari mana aku mau ngomong kayak gitu?”
“Udah sering kali, Tang kata-kata ini. Hahaha…. Untung deh, kamu mau jujur sama perasaanmu. Coba nggak! Wah, aku terlanjur jadi milik orang lain, kamu yang miris ngeliatnya. Jujur itu selalu membawa kebahagiaan, Tang.”
“Oh ya? Kalau gitu, kamu harus selalu jujur sama aku!”
“Tentu saja, asalkan kau lakukan itu juga! Hahaha…. Bintang, Bintang. Kamu emank bintangku yang bersinar paling terang, Di angkasa dan di hatiku.”
Giovanno memeluk Bintang yang balas memeluknya.William, Anthony, Xiao Lim, dan Kiki ikut tersenyum bahagia mengintip kejadian ini.

Jumat, 27 Januari 2012

Musuh dibalik Saudara

“Huh hah huh hah…,” Vena masuk ke kelas dengan muka merah padam gara-gara berlari dari rumah ke sekolahnya yang tidak terlalu jauh itu. Tadi pagi, Vena bangun jam setengah tujuh. Langsung saja cepat-cepat ia mandi. Karena jarak rumah-sekolah tidak sampai 10 menit, Vena sampai di sekolah tepat ketika pintu gerbang akan ditutup. Ini gara-gara Mama pergi ke Hongkong, sih, batin Vena.
Marvena Aprilliani adalah seorang anak keluarga broken home. Ayahnya meninggalkannya ketika umurnya baru 1 bulan. Ibunya adalah seorang pekerja kantor yang tangguh dan pintar sehingga bisa membiayai sekolah anaknya di sekolah elit.
“Vena…. Baru datang nih? Kenapa telat?” tanya Arvel, sahabatnya.
“Mama…. Mama ke Hongkong, aku nggak ada yang bangunin tadi. Makanya aku telat,” jawab Vena.
“Emang kamu bangun jam berapa?” tanya Arvel sambil mengambil buku Matematikanya.
“Jam setengah tujuh,” jawab Vena santai.
“Astaga, Vena! Kamu nggak pasang jam weker?”
“Udah bunyi, sih. Trus aku matikan, biar damai. Hehehe….”
“Besok aku akan bangunin kamu!” kata Arvel. Vena hanya mengangguk karena Bu Kiren udah datang.


“Ven, lu jahat bangat sih?! Lu pukul Aji pake apa, hah? Lu pikir kepala Aji sekuat tembok, apa? Udah tau Aji itu badannya lemes, eh malah dipukul lagi!” serang Arvel pada Vena.
“Maaf, Vel. Aku nggak sengaja. Tadi aku lagi asyik main basket, nggak taunya waktu aku ngeshoot, waktu itu juga Aji lewat. Maafin aku, Vel…. Aku bener-bener nggak sengaja,” pinta Vena.
“Maaf, maaf! Emang cukup apa lu minta maaf? Kalo sampe Aji kenapa-napa, gue tuntut lu!” Arvel masih marah-marah. Aji, pacar Arvel sejak 2 bulan lalu, memang seorang yang lemah fisiknya. Tadi, begitu Aji kena bola, ia langsung dilarikan ke rumah sakit. Tiba-tiba keluarlah seorang dokter dari kamar Aji.
“Dokter, gimana kabar Aji?” tanya Arvel langsung.
“Pasien mengalami gegar otak yang cukup berat. Pasien akan melupakan beberapa hal dalam jangka waktu 3 bulan terakhir,” jawab sang dokter.
“Tidak…,” gumam Arvel yang langsung masuk ke kamar Aji. Vena pun ikut masuk diam-diam.
“Heh…. Keluar lu!” perintah Arvel.
“Tapi, Vel….”
“Gue suruh lu keluar! Sekarang juga! Nggak usah dateng ke sini lagi!”
“Arvel…. Aku minta maaf, Vel....”
“Cepet keluar ato gue panggilin satpam nih!” Vena langsung keluar dari kamar Aji. Dia pulang sambil menundukkan kepala, tanda putus asa.


“Heh! Jalan pake mata! Lu tuh punya mata dipake yang bener!” Arvel sengaja mengulurkan kakinya di depan Vena.
“Hoii! Lu yang jegal gue. Sadar diri donk! Jalan pake mata, kapan sampenya?” bentak Vena.
Hmm…. Gara-gara insiden “gagar otaknya Aji”, Vena sama Arvel jadi tengkar mulu. Nih, lihat belum ada 5 menit udah tengkar lagi….
“ARVEL!!! Lu apain meja gue hah? Lengket semua kaya gini…. Awas lu ya!”
“Sukurin! Siapa suruh lu hancurin kenangan gue?!”
Wah wah…. Keadaan terus bertambah parah hingga ada suatu kejadian yang mengejutkan mereka berdua…
“Vena, kamu ikut Mama ya! Hari ini Mama mau ketemu Papa kamu.”
“Yahh Mama…. Males lagi,” protes Vena.
“Eh…, nggak ada males-malesan. Ganti dress sana, sekarang!”
Di rumah yang lain…
“Arvel, ikut Papa! Papa mau ketemu Mama kamu. Kamu pasti pengen liat kan wajah Mama kamu?”
“Hmm…. Oke deh Pa.”
1 jam kemudian di suatu resto….
“Ma, Papa mana?” tanya Vena.
“Belum datang sayang. Kita tunggu dulu aja.”
“Vena ke kamar mandi dulu, yahh Ma.”
Tanpa diduga…
“Della…. Apa kabar?” tanya Papa.
“Wah, Thomas…. Ini Arvel?” tanya Mama.
“Iya, Ma. Arvel kangen Mama,” jawab Arvel.
“Loh, Vena ke mana, Ma? Nggak ikut? Kan kita udah sepakat mau mempertemukan kedua anak kita,” tanya Papa.
“Vena?” celetuk Arvel heran ketika mendengar nama Vera dan melihat seseorang yang berjalan keluar kamar mandi.
“Arvel?” Vena yang telah sampai di sebelah Mama juga heran melihat Arvel.
“Vena, Arvel. Kalian ini saudara kembar….”
“APA? Kembar ama dia? Nggak sudi!” jerit Vena dan Arvel berbarengan.
“Lohh? Kalian saling kenal?” tanya Papa bingung.
“Gimana nggak? Vena sampe bosen sekelas ama dia. Sikapnya itu lho, nggak bisa dewasa,” jawab Vena.
“Heh, nyadar donk! Kamu itu yang sembrono. Kerja aja grasa-grusu,” protes Arvel.
“Heii! Kalian ini kembar kok malah tengkar?” lerai Mama.
“Kembar kok nggak mirip,” celetuk Arvel.
“Vel…. Sebentar sebentar. Aku baru ingat kalo nama kita mirip. Iya, nama kita mirip. Dulu kita sering berandai-andai kalo kita itu saudara kembar. Ingat? Namaku Marvena Aprilliani dan kamu Marvella Aprilliana,” kata Vena menyadarkan Arvel.
“Iyaa…. Trus kita tengkar cuma gara-gara Aji. Ya ampun, Ven…. Maaf banget ya, waktu itu aku nggak maafin kamu,” kata Arvel.
“Iya, nggak apa-apa kok. Yang penting, kita udah sama-sama sadar,” jawab Vena sambil tersenyum.
“Boleh Mama lanjut? Mama dan Papa bercerai saat kalian masih sangat kecil. Nah, sekarang ini, kami ingin bersatu kembali. Bagaimana pendapat kalian?” tanya Mama.
“Wah, serius ini, Ma?” tanya Vena.
“Serius, Pa?” tanya Arvel.
“Iyaa, nak…,” jawab Mama dan Papa.
Wah…. Akhirnya mereka berempat saling berpelukkan, mereka keluar dari resto tanpa membeli apa-apa. Pelayan yang menjaga resto sampai terbengong-bengong melihat adegan itu. Huft… finally happy ending deh!