“Lee,
besok jadi basketan?” tanya Bintang di telepon.
“Jadi,
Me. Lu ikut kan?”
“Iya,
donk! Sama siapa aja?”
“Lim,
Ton, Gee, sama Ki. Lapangan Baslov, jam 9 pagi ya!”
“Hah?
Pagi bener!”
“Ini
udah siang kali Me. Mau ikut nggak? Kalo mau, nanti gue bilangin Gee. Gee mau
beliin nasi tuh, buat kita nanti abis basketan.”
“Serius?
Asikk nihh! Ya udah, gue ikutan deh. Bangunin ya!”
“Pasang
weker napa? Bangunin jam berapa?”
“Katanya
nggak mau mbangunin gue? Haha… Jam delapan atau setengah sembilan juga nggak
papa.”
“Oke,
begitu gue bangun tak telpon deh.”
“Nah,
gitu, donk! Thanks Lee.”
“Woles.”
“Apa
itu?”
“Oke.
Bahasa gaul. Lu nggak gaul sih. Hahaha….”
“Oalah.
Ya udah, bye Lee.”
Bintang
Ayu Pratama, satu-satunya anak perempuan dalam Wanklivang. Anggotanya ada 6,
dengan anggota tertua William yang biasa dipanggil Lee, kemudian disusul
Giovanno atau Gee, Anthony biasa dipanggil Ton, Xiao Lim atau Lim, Kiki akrab
dengan Ki, dan Bintang sebagai anggota termuda yang sering dipangil Meme (adik
perempuan). Wanglivann adalah sebuah grup band. Gee sebagai penyanyi utama, Ton
sebagai penyanyi tambahan dan filler, Ki sebagai keyboardist, Lim sebagai
bassist, Lee sebagai gitaris, dan Meme sebagai drummer. Walaupun perempuan,
bisa diakui, kemampuan drum Meme di atas rata-rata.
“Meme
!!! Bangun!” jerit William setelah berkali-kali dia menelepon dan akhirnya di
angkat juga.
“Hah?
Kenapa?” tanya Bintang sambil sedikit menggumam.
“Bangun
Meme sayang! Jadi basketan nggak?” tanya William sambil menjerit-jerit.
“Hah?
OH IYA! Gue lupa. Maaf, maaf.”
“Cepet
mandi sana, jangan tidur lagi! Kamu nggak nyalain weker?”
“Udah
sih, cuma kok kayaknya nggak bunyi ya?”
“Lu
apaan yang denger, Me? Kalo tidur nggak denger apa-apa deh!”
“Hahaha….
Iya juga, sih. Udah ah, gue mau mandi dulu.”
“Iya.
Bye. Eh, bawa bola basket!”
“Gue
yang bawa? Ya udah.”
Bintang
segera masuk ke kamar mandi dan menghabiskan waktu di sana hanya 10 menit. Ia
menguncir rambutnya sebentar dan mengambil kunci mobilnya. Ia segera menuju ke
lapangan Baslov dan menunjukkan membernya ke resepsionis.
“Woii,
Ki! Sendirian?” sapa Bintang.
“Tadi
Lee ama Gee udah dateng sih. Cuma, lagi nyari makanan. Gee lupa beli.”
“Walahh.
Lha Ton ama Lim di mana?”
“Baru
perjalanan. Mereka berangkat bareng.”
“Ohh.
Main dulu, yuk!”
Tidak
lama kemudian, William, Giovanno, Anthony, dan Xiao Lim datang menghampiri
mereka. Mereka pun mulai bermain three on three. Bintang, Anthony, dan
Kikimelawan William, Giovanno, dan Xiao Lim. Tentu mengherankan bukan, kalau
pemenangnya diraih oleh kelompok Bintang? Setelah capek bermain, mereka makan
nasi warteg yang dibelikan Giovanno dan William tadi.
“Abis
ini JJ yuk!” ajak Giovanno.
“Ciee,
yang lagi banyak duit, ciee,” goda Anthony.
“Iya,
Ton. Abis THR. Hahaha…,” balas Giovanno.
“Gaya
lu, pake THR THR an segala! Kerja apa lu?” tanya Xiao Lim.
“Bantu
ortu gue, jatok,” kata Giovanno.
“Jatok?
Apa itu?” tanya Bintang polos.
“Jaga
toko, Meme. Masa nggak tau, sih?” jawab Kiki.
“Ohh.
Hahaha…. Nggak tau, Ki,” kata Bintang. “Eh, gue nggak ikut JJ ya?”
“Napa,
Tang?” tanya Giovanno langsung lesu. Giovanno memang memanggil Bintang dengan
sebutan namanya. Entah kenapa. Mungkin karena mereka sudah kenal sejak kecil
dan Giovanno selalu memanggilnya Bintang. Lagian, mereka nggak biasa saling
memanggil satu sama lain dengan panggilan elu-gue.
“Bokek,
Gee! Kamu mau traktir aku?” tanya Bintang.
“Nggak
papa kalo kamu butuh. Mumpung banyak duit, nih!” jawab Giovanno spontan.
“Serius
kamu? Aku cuma bercanda tadi.”
“Iyaa.
Kalo kamu butuh. Bukan berarti kamu boleh borong seisi Mall.”
“Wahh,
makasih, Gee! Kamu temenku yang paling baik deh!”
“Kami
juga mau donk!” William, Anthony, Kiki, dan Xiao Lim memasang muka melas di
hadapan Giovanno.
“Eitss!
Hanya berlaku untuk 1 orang saja! Salah sendiri nggak minta duluan!” tolak
Giovanno.
“Kalo
kami minta duluan, emank bakal lu traktir?” tanya Xiao Lim.
“Nggak
juga,” balas Giovanno tegas.
“Ciee….
Ni mesti ada apa-apanya deh. Kalian berdua jadian? Kapan? Selamet ya!” kata
William yang langsung dipukul kepalanya oleh Giovanno.
“Huss!
Ngawur lu!”
“Udah,
udah. Jadi pergi nggak? Gue pinjemin mobil gue mau?” tanya Bintang.
“Mobil
lu kecil, Me. Mana cukup buat kita?” protes Kiki.
“Siapa
bilang? Gue ganti mobil, Ki. Grand Livina,” jawab Bintang.
“Okee!
Cabut yuk! Grand Estella ya!”
Mereka
berenam segera menghabiskan waktu di sana. Mereka makan, nge-pump, bahkan
foto-foto. Begitu Mall nya mau tutup, mereka baru pulang. Bintang mengantarkan
teman-temannya ke lapangan Baslov untuk mengambil motor mereka yang ditinggal.
Setelah itu, Bintang segera pulang ke rumahnya dan mandi. Selesai mandi, ia
mendengar Hp nya berbunyi menunjukkan tanda-tanda ada yang menelpon.
“Gee?
Ada apa?” tanya Bintang.
“Kamu
udah sampe kan?” tanya Giovanno.
“Udah,
Gee. Kenapa?”
“Nggak
kok, nggak papa. Cuma mastiin aja. Ini udah malem, bahaya kalo cewek kayak kamu
pulang sendirian.”
“Wooh!
Merendahkan. Gini-gini, aku udah kuat mental gara-gara masuk Wanklivang.”
“Hahaha.
Lagi apa, Tang?”
“Mau
buka laptop. Mau buat cerita. Kamu, Gee?”
“Lagi
nelpon kamu lho ya! Hahaha. Udah malem lho, Tang. Istirahat gih!”
“Enak
aja nyuruh-nyuruh! Siapa lu?"
“Giovanno
Pradityo, umur 16 tahun, kelas 2 SMAN 2. Lahir tanggal 5 Mei 1995 di Pontianak,
gedhe di Semarang. Ada yang kurang?”
“GEE!
Aku bunuh kau!”
“Waa….
Lari dulu ya? Takut!”
“Mana
ada orang mau dibunuh pake ijin dulu? Hahaha.”
Giovanno
dan Bintang asik ngobrol sendiri. Mereka memang suka ngaco kalo di telepon,
terutama Giovanno yang memang suka ngelawak. Sebelum terbentuk Wanklivang, kalo
lagi sedih, Bintang pasti cerita ke Giovanno dan Bintang akan kembali ceria.
“Me!
Sini, gue mau ngasih tau lu sesuatu,” panggil Kiki.
“Apaan?”
tanya Bintang.
“Lu
ama Gee kenal sejak kecil ya?”
“Iya.
Kenapa?”
“Pantes
segitu akrab. Nihh, menurut survey gue, Gee suka ama lu, Me.”
“Hah?
Siapa bilang? Lu bisa ngomong gini ada bukti emank?”
“Coba
deh, inget aja. Waktu jalan, dia mau bayarin elu. Kalau lu kesepian, dia pasti
ada di sisi lu. Kalau dia kenapa-napa, orang pertama yang dia hubungin elu, Me.
Kalo ada telepon dari lu, dia pasti ngangkat dengan semangat. Apa lagi coba
kalau bukan suka?”
“Ki,
lu nggak bisa ambil kesimpulan sendiri, donk! Emank Gee pernah ngomong sama lu
kalo dia suka ama gue?”
“Nggak
sih, tapi kan….”
“Tuh
kan! Lu ambil kesimpulan sendiri deh. Itu karena gue ama dia udah deket sejak
kecil, Ki. Sejak kecil, kita udah sering maen bareng, ngapa-ngapain juga
barengan.”
“Me,
lu tuh nggak sadar ya? Lu tuh udah gedhe, Me. Iya, gue tau lu ama gue beda 2
tahun. Tapi bukan berarti lu masih kecil. 13 tahun itu udah remaja, Me.”
“Gue
nggak kekanak-kanakan, Ki! Elu kenapa sih, ribut banget hari ini?”
“Gue
kan cuma kasih nasihat ke elu, Me. Manja banget sih, elu?”
“Tau!
Gue nggak butuh nasihat lu, Ki. Nggak ada yang beneran! Apa lu kata dah, gue
nggak mau urusan lagi, ama lu!”
“Oke!
Lu, gue, end!” teriak Kiki yang akhirnya benar-benar kesal pada Bintang.
“Eh,
liat itu, Ton, Lim? Wah, bahaya, nih!” kata William pada Anthony dan Xiao Lim.
“Iya
deh, Lee. Eh, elu susul aja si Meme. Lu bujuk-bujuk dia biar mau damai ama
Kiki. Kita berdua yang bujuk Kiki. Gimana?” tanya Anthony.
“Iya,
Lee. Lu yang paling tua, paling bijak, paling sabar, paling bisa ngertiin Meme,”
kata Xiao Lim.
“Gue
lagi? Astajimm…. Capek gue kalo disuruh ngurusin tuhh anak. Aneh ya, tomboy
tomboy gitu, tapi manja banget! Coba ada Gee. Dia pengertian banget sama Meme.
Dia juga yang tau apa yang Meme suka. Gee ke mana sih?” tanya William sambil
menggerutu.
“Gee
di rumah Lee. Banyak tugas katanya. Nggak tau juga, sih. Hahaha…,” jawab Xiao
Lim.
“Banyak
alesan dia! Ya udah, cabut yuk!”
“Gee….
Kamu kenapa sih, ditelpon nggak diangkat-angkat? Aku butuh ni,” gumam Bintang
yang duduk di sudut kursi taman. Bintang, William, Anthony, Xiao Lim, dan Kiki
memang lagi main ke taman tempat mereka kumpul biasanya. Giovanno nggak ikut
karena lagi sibuk bantu orang tuanya.
“Me?”
perlahan-lahan William mendekati Bintang. “Lu nangis, Me?”
“Eh,
nggak kok. Anu, cuma kemasukan debu tadi. Gue nggak papa, kok. Kenapa?” tanya
Bintang sambil menghapus air matanya.
“Biasa
deh! Itu alesan udah basi, Me. Nih, hapus dulu air mata lu, tuhh!” kata William
sambil memberikan selembar tisu. “Ada apa? Mau cerita?”
“Kiki….
Dia jahat. Dia katain gue manja, kekanak-kanakan.”
“Ohh….
Kenapa bisa dia bilang kayak gitu?”
“Dia
bilang Gee suka sama gue. Gue bantah dia, gue bilang kalo kita cuma temenan aja
dari kecil. Trus, dia katain gue kekanak-kanakan.”
“Tapi,
nih Me, emank gue kira Gee suka ama lu. Akhir-akhir ini perlakuan dia ke elu
beda, deh Me. Nggak kayak temen biasa, tapi kayak ada gimananya, gitu.”
“Elu
sama kayak Kiki deh, Lee!”
“Eh?
Kok disamain, Me? Kan gue cuma kasih pendapat.”
“Tapi
lu sama kayak Kiki. Nuduh orang tanpa bukti yang jelas.”
“Meme,
gue cuma kasih pendapat, bukan berarti gue nuduh orang itu!”
“Ahh!
Nggak tau! Pergi sana! Jauh jauh dari gue! Benci gue liat lu!”
“Gimana,
Lee? Berhasil?” tanya Anthony.
“Balik
ngamuk ke gue. Tuhh anak memang lagi nggak mood kali ya?” jawab William.
“Gue
mau coba. Lu coba ngomong sama Kiki. Dia juga keras kepala,” kata Xiao Lim
sambil menuju ke tempat Bintang duduk sendirian.
“Meme?
Lu kenapa?” tanya Xiao Lim mendekati Bintang.
“Pergi,
Lim! Jangan deketin gue. Gue pengen sendiri!”
“Ya
udah. Dibaikin nggak mau,” Xiao Lim langsung meninggalkan Bintang menuju
William dan Anthony. “Dia ngusir gue.”
“Jahh,
elu nggak ada usaha sama sekali sih!” tegur William.
“Gue
takut ama dia, sob! Hahaha….”
“Elu
segini gedhe takut ama Meme yang kecil gitu. Astajimmm !!! Gue aja deh yang
coba,” kata Anthony.
“Coba
aja, sana! Sukses, Ton!”
“Meme!
Mau crita?” tanya Anthony sambil menepuk pundak Bintang.
“Kenapa
sih, kalian semua pada ribut? Gue cuma pengen cerita ama Gee. Gue butuh Gee.
Tapi kenapa telponnya nggak diangkat?”
“Harus
Gee? Kita kan juga temen lu, Me.”
“Tapi
cuma Gee yang tau perasaan gue. Cuma dia yang bisa ngertiin gue. Gue kangen
sama Gee. Gue suka sama Gee.”
“Lu
suka sama, Gee?” tanya William tiba-tiba ikut mendekati Bintang.
“Upps!
Nggak kok, nggak!” elak Bintang.
“Nggak
bisa bilang nggak suka? Kita semua denger, Me. Lu cepetan bilang ke Gee, deh!”
kata Xiao Lim yang tiba-tiba ada di situ juga.
“Iya,
Me. Lebih baik lu jujur aja. Banyak cewek yang ngantri di depan Gee. Tapi, dia
nggak mau nerima karena dia setia ama elu, Me. Barusan dia telpon gue, cerita
ke gue,” tiba-tiba saja Kiki juga nongol di depan Bintang.
“Tapi….
Gue kan cewek. Masa nembak cowok?”
“Gue
bilangin, deh!” Kiki langsung mengambil HP nya dan menelepon Giovanno sebelum
Bintang melarangnya.
“Gee,
ke sini cepetan! Lu tembak Meme sekarang juga! Tapi elu ke sini! Oke. Cepetan
ya!” Kiki memutuskan hubungan. “Udah, Me. Tunggu aja ya!”
“KIKI!!!
Gue bunuh lu!” geram Bintang beberapa detik sebelum Giovanno datang.
“Gila
lu, Gee! Naik apaan lu seepet itu?” tanya Kiki.
“Elu
lupa kalo rumah gue kan deket banget sama nih taman?” jawab Giovanno dengan
pertanyaan juga.
“Lupa
gue. Hahaha…. Gee, gue ama Ton, Lee, Lim cari minum dulu ya!” pamit Kiki.
“Gue
titip 2!” seru Giovanno pada Kiki yang mulai menjauh.
“Gee….”
“Apa,
Tang?”
“Aku
telpon kamu kok nggak diangkat? Aku lagi butuh kamu, tau!” protes Bintang
tiba-tiba.
“Maaf,
Tang. Nggak denger tadi. Kenapa? Kangen? Jujur aja, deh! Daripada kamu nyesel?
Banyak yang antri, tapi aku tetep pertahanin kamu, Tang. Aku suka ama kamu,
Tang. Aku butuh kamu di sisiku.”
“Gee….
Mungkin kamu nggak sadar kalo aku juga udah suka ama kamu dari dulu. Aku pun
baru sadar sekarang saat aku bener-bener butuh kamu.”
“Tang,
kamu mau jadi cewekku?”
“Nggak,”
jawab Bintang singkat yang membuat Giovanno sontak terperangah.
“Nggak
bisa nolak?” tanya Giovanno.
“Ih,
pede! Tapi, tau dari mana aku mau ngomong kayak gitu?”
“Udah
sering kali, Tang kata-kata ini. Hahaha…. Untung deh, kamu mau jujur sama
perasaanmu. Coba nggak! Wah, aku terlanjur jadi milik orang lain, kamu yang
miris ngeliatnya. Jujur itu selalu membawa kebahagiaan, Tang.”
“Oh
ya? Kalau gitu, kamu harus selalu jujur sama aku!”
“Tentu
saja, asalkan kau lakukan itu juga! Hahaha…. Bintang, Bintang. Kamu emank bintangku
yang bersinar paling terang, Di angkasa dan di hatiku.”
Giovanno
memeluk Bintang yang balas memeluknya.William, Anthony, Xiao Lim, dan Kiki ikut
tersenyum bahagia mengintip kejadian ini.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar