Minggu, 29 Januari 2012

Wanklivang ~


“Lee, besok jadi basketan?” tanya Bintang di telepon.
“Jadi, Me. Lu ikut kan?”
“Iya, donk! Sama siapa aja?”
“Lim, Ton, Gee, sama Ki. Lapangan Baslov, jam 9 pagi ya!”
“Hah? Pagi bener!”
“Ini udah siang kali Me. Mau ikut nggak? Kalo mau, nanti gue bilangin Gee. Gee mau beliin nasi tuh, buat kita nanti abis basketan.”
“Serius? Asikk nihh! Ya udah, gue ikutan deh. Bangunin ya!”
“Pasang weker napa? Bangunin jam berapa?”
“Katanya nggak mau mbangunin gue? Haha… Jam delapan atau setengah sembilan juga nggak papa.”
“Oke, begitu gue bangun tak telpon deh.”
“Nah, gitu, donk! Thanks Lee.”
“Woles.”
“Apa itu?”
“Oke. Bahasa gaul. Lu nggak gaul sih. Hahaha….”
“Oalah. Ya udah, bye Lee.”
Bintang Ayu Pratama, satu-satunya anak perempuan dalam Wanklivang. Anggotanya ada 6, dengan anggota tertua William yang biasa dipanggil Lee, kemudian disusul Giovanno atau Gee, Anthony biasa dipanggil Ton, Xiao Lim atau Lim, Kiki akrab dengan Ki, dan Bintang sebagai anggota termuda yang sering dipangil Meme (adik perempuan). Wanglivann adalah sebuah grup band. Gee sebagai penyanyi utama, Ton sebagai penyanyi tambahan dan filler, Ki sebagai keyboardist, Lim sebagai bassist, Lee sebagai gitaris, dan Meme sebagai drummer. Walaupun perempuan, bisa diakui, kemampuan drum Meme di atas rata-rata.

“Meme !!! Bangun!” jerit William setelah berkali-kali dia menelepon dan akhirnya di angkat juga.
“Hah? Kenapa?” tanya Bintang sambil sedikit menggumam.
“Bangun Meme sayang! Jadi basketan nggak?” tanya William sambil menjerit-jerit.
“Hah? OH IYA! Gue lupa. Maaf, maaf.”
“Cepet mandi sana, jangan tidur lagi! Kamu nggak nyalain weker?”
“Udah sih, cuma kok kayaknya nggak bunyi ya?”
“Lu apaan yang denger, Me? Kalo tidur nggak denger apa-apa deh!”
“Hahaha…. Iya juga, sih. Udah ah, gue mau mandi dulu.”
“Iya. Bye. Eh, bawa bola basket!”
“Gue yang bawa? Ya udah.”
Bintang segera masuk ke kamar mandi dan menghabiskan waktu di sana hanya 10 menit. Ia menguncir rambutnya sebentar dan mengambil kunci mobilnya. Ia segera menuju ke lapangan Baslov dan menunjukkan membernya ke resepsionis.
“Woii, Ki! Sendirian?” sapa Bintang.
“Tadi Lee ama Gee udah dateng sih. Cuma, lagi nyari makanan. Gee lupa beli.”
“Walahh. Lha Ton ama Lim di mana?”
“Baru perjalanan. Mereka berangkat bareng.”
“Ohh. Main dulu, yuk!”
Tidak lama kemudian, William, Giovanno, Anthony, dan Xiao Lim datang menghampiri mereka. Mereka pun mulai bermain three on three. Bintang, Anthony, dan Kikimelawan William, Giovanno, dan Xiao Lim. Tentu mengherankan bukan, kalau pemenangnya diraih oleh kelompok Bintang? Setelah capek bermain, mereka makan nasi warteg yang dibelikan Giovanno dan William tadi.
“Abis ini JJ yuk!” ajak Giovanno.
“Ciee, yang lagi banyak duit, ciee,” goda Anthony.
“Iya, Ton. Abis THR. Hahaha…,” balas Giovanno.
“Gaya lu, pake THR THR an segala! Kerja apa lu?” tanya Xiao Lim.
“Bantu ortu gue, jatok,” kata Giovanno.
“Jatok? Apa itu?” tanya Bintang polos.
“Jaga toko, Meme. Masa nggak tau, sih?” jawab Kiki.
“Ohh. Hahaha…. Nggak tau, Ki,” kata Bintang. “Eh, gue nggak ikut JJ ya?”
“Napa, Tang?” tanya Giovanno langsung lesu. Giovanno memang memanggil Bintang dengan sebutan namanya. Entah kenapa. Mungkin karena mereka sudah kenal sejak kecil dan Giovanno selalu memanggilnya Bintang. Lagian, mereka nggak biasa saling memanggil satu sama lain dengan panggilan elu-gue.
“Bokek, Gee! Kamu mau traktir aku?” tanya Bintang.
“Nggak papa kalo kamu butuh. Mumpung banyak duit, nih!” jawab Giovanno spontan.
“Serius kamu? Aku cuma bercanda tadi.”
“Iyaa. Kalo kamu butuh. Bukan berarti kamu boleh borong seisi Mall.”
“Wahh, makasih, Gee! Kamu temenku yang paling baik deh!”
“Kami juga mau donk!” William, Anthony, Kiki, dan Xiao Lim memasang muka melas di hadapan Giovanno.
“Eitss! Hanya berlaku untuk 1 orang saja! Salah sendiri nggak minta duluan!” tolak Giovanno.
“Kalo kami minta duluan, emank bakal lu traktir?” tanya Xiao Lim.
“Nggak juga,” balas Giovanno tegas.
“Ciee…. Ni mesti ada apa-apanya deh. Kalian berdua jadian? Kapan? Selamet ya!” kata William yang langsung dipukul kepalanya oleh Giovanno.
“Huss! Ngawur lu!”
“Udah, udah. Jadi pergi nggak? Gue pinjemin mobil gue mau?” tanya Bintang.
“Mobil lu kecil, Me. Mana cukup buat kita?” protes Kiki.
“Siapa bilang? Gue ganti mobil, Ki. Grand Livina,” jawab Bintang.
“Okee! Cabut yuk! Grand Estella ya!”
Mereka berenam segera menghabiskan waktu di sana. Mereka makan, nge-pump, bahkan foto-foto. Begitu Mall nya mau tutup, mereka baru pulang. Bintang mengantarkan teman-temannya ke lapangan Baslov untuk mengambil motor mereka yang ditinggal. Setelah itu, Bintang segera pulang ke rumahnya dan mandi. Selesai mandi, ia mendengar Hp nya berbunyi menunjukkan tanda-tanda ada yang menelpon.
“Gee? Ada apa?” tanya Bintang.
“Kamu udah sampe kan?” tanya Giovanno.
“Udah, Gee. Kenapa?”
“Nggak kok, nggak papa. Cuma mastiin aja. Ini udah malem, bahaya kalo cewek kayak kamu pulang sendirian.”
“Wooh! Merendahkan. Gini-gini, aku udah kuat mental gara-gara masuk Wanklivang.”
“Hahaha. Lagi apa, Tang?”
“Mau buka laptop. Mau buat cerita. Kamu, Gee?”
“Lagi nelpon kamu lho ya! Hahaha. Udah malem lho, Tang. Istirahat gih!”
“Enak aja nyuruh-nyuruh! Siapa lu?"
“Giovanno Pradityo, umur 16 tahun, kelas 2 SMAN 2. Lahir tanggal 5 Mei 1995 di Pontianak, gedhe di Semarang. Ada yang kurang?”
“GEE! Aku bunuh kau!”
“Waa…. Lari dulu ya? Takut!”
“Mana ada orang mau dibunuh pake ijin dulu? Hahaha.”
Giovanno dan Bintang asik ngobrol sendiri. Mereka memang suka ngaco kalo di telepon, terutama Giovanno yang memang suka ngelawak. Sebelum terbentuk Wanklivang, kalo lagi sedih, Bintang pasti cerita ke Giovanno dan Bintang akan kembali ceria.


“Me! Sini, gue mau ngasih tau lu sesuatu,” panggil Kiki.
“Apaan?” tanya Bintang.
“Lu ama Gee kenal sejak kecil ya?”
“Iya. Kenapa?”
“Pantes segitu akrab. Nihh, menurut survey gue, Gee suka ama lu, Me.”
“Hah? Siapa bilang? Lu bisa ngomong gini ada bukti emank?”
“Coba deh, inget aja. Waktu jalan, dia mau bayarin elu. Kalau lu kesepian, dia pasti ada di sisi lu. Kalau dia kenapa-napa, orang pertama yang dia hubungin elu, Me. Kalo ada telepon dari lu, dia pasti ngangkat dengan semangat. Apa lagi coba kalau bukan suka?”
“Ki, lu nggak bisa ambil kesimpulan sendiri, donk! Emank Gee pernah ngomong sama lu kalo dia suka ama gue?”
“Nggak sih, tapi kan….”
“Tuh kan! Lu ambil kesimpulan sendiri deh. Itu karena gue ama dia udah deket sejak kecil, Ki. Sejak kecil, kita udah sering maen bareng, ngapa-ngapain juga barengan.”
“Me, lu tuh nggak sadar ya? Lu tuh udah gedhe, Me. Iya, gue tau lu ama gue beda 2 tahun. Tapi bukan berarti lu masih kecil. 13 tahun itu udah remaja, Me.”
“Gue nggak kekanak-kanakan, Ki! Elu kenapa sih, ribut banget hari ini?”
“Gue kan cuma kasih nasihat ke elu, Me. Manja banget sih, elu?”
“Tau! Gue nggak butuh nasihat lu, Ki. Nggak ada yang beneran! Apa lu kata dah, gue nggak mau urusan lagi, ama lu!”
“Oke! Lu, gue, end!” teriak Kiki yang akhirnya benar-benar kesal pada Bintang.
“Eh, liat itu, Ton, Lim? Wah, bahaya, nih!” kata William pada Anthony dan Xiao Lim.
“Iya deh, Lee. Eh, elu susul aja si Meme. Lu bujuk-bujuk dia biar mau damai ama Kiki. Kita berdua yang bujuk Kiki. Gimana?” tanya Anthony.
“Iya, Lee. Lu yang paling tua, paling bijak, paling sabar, paling bisa ngertiin Meme,” kata Xiao Lim.
“Gue lagi? Astajimm…. Capek gue kalo disuruh ngurusin tuhh anak. Aneh ya, tomboy tomboy gitu, tapi manja banget! Coba ada Gee. Dia pengertian banget sama Meme. Dia juga yang tau apa yang Meme suka. Gee ke mana sih?” tanya William sambil menggerutu.
“Gee di rumah Lee. Banyak tugas katanya. Nggak tau juga, sih. Hahaha…,” jawab Xiao Lim.
“Banyak alesan dia! Ya udah, cabut yuk!”


“Gee…. Kamu kenapa sih, ditelpon nggak diangkat-angkat? Aku butuh ni,” gumam Bintang yang duduk di sudut kursi taman. Bintang, William, Anthony, Xiao Lim, dan Kiki memang lagi main ke taman tempat mereka kumpul biasanya. Giovanno nggak ikut karena lagi sibuk bantu orang tuanya.
“Me?” perlahan-lahan William mendekati Bintang. “Lu nangis, Me?”
“Eh, nggak kok. Anu, cuma kemasukan debu tadi. Gue nggak papa, kok. Kenapa?” tanya Bintang sambil menghapus air matanya.
“Biasa deh! Itu alesan udah basi, Me. Nih, hapus dulu air mata lu, tuhh!” kata William sambil memberikan selembar tisu. “Ada apa? Mau cerita?”
“Kiki…. Dia jahat. Dia katain gue manja, kekanak-kanakan.”
“Ohh…. Kenapa bisa dia bilang kayak gitu?”
“Dia bilang Gee suka sama gue. Gue bantah dia, gue bilang kalo kita cuma temenan aja dari kecil. Trus, dia katain gue kekanak-kanakan.”
“Tapi, nih Me, emank gue kira Gee suka ama lu. Akhir-akhir ini perlakuan dia ke elu beda, deh Me. Nggak kayak temen biasa, tapi kayak ada gimananya, gitu.”
“Elu sama kayak Kiki deh, Lee!”
“Eh? Kok disamain, Me? Kan gue cuma kasih pendapat.”
“Tapi lu sama kayak Kiki. Nuduh orang tanpa bukti yang jelas.”
“Meme, gue cuma kasih pendapat, bukan berarti gue nuduh orang itu!”
“Ahh! Nggak tau! Pergi sana! Jauh jauh dari gue! Benci gue liat lu!”


“Gimana, Lee? Berhasil?” tanya Anthony.
“Balik ngamuk ke gue. Tuhh anak memang lagi nggak mood kali ya?” jawab William.
“Gue mau coba. Lu coba ngomong sama Kiki. Dia juga keras kepala,” kata Xiao Lim sambil menuju ke tempat Bintang duduk sendirian.
“Meme? Lu kenapa?” tanya Xiao Lim mendekati Bintang.
“Pergi, Lim! Jangan deketin gue. Gue pengen sendiri!”
“Ya udah. Dibaikin nggak mau,” Xiao Lim langsung meninggalkan Bintang menuju William dan Anthony. “Dia ngusir gue.”
“Jahh, elu nggak ada usaha sama sekali sih!” tegur William.
“Gue takut ama dia, sob! Hahaha….”
“Elu segini gedhe takut ama Meme yang kecil gitu. Astajimmm !!! Gue aja deh yang coba,” kata Anthony.
“Coba aja, sana! Sukses, Ton!”
“Meme! Mau crita?” tanya Anthony sambil menepuk pundak Bintang.
“Kenapa sih, kalian semua pada ribut? Gue cuma pengen cerita ama Gee. Gue butuh Gee. Tapi kenapa telponnya nggak diangkat?”
“Harus Gee? Kita kan juga temen lu, Me.”
“Tapi cuma Gee yang tau perasaan gue. Cuma dia yang bisa ngertiin gue. Gue kangen sama Gee. Gue suka sama Gee.”
“Lu suka sama, Gee?” tanya William tiba-tiba ikut mendekati Bintang.
“Upps! Nggak kok, nggak!” elak Bintang.
“Nggak bisa bilang nggak suka? Kita semua denger, Me. Lu cepetan bilang ke Gee, deh!” kata Xiao Lim yang tiba-tiba ada di situ juga.
“Iya, Me. Lebih baik lu jujur aja. Banyak cewek yang ngantri di depan Gee. Tapi, dia nggak mau nerima karena dia setia ama elu, Me. Barusan dia telpon gue, cerita ke gue,” tiba-tiba saja Kiki juga nongol di depan Bintang.
“Tapi…. Gue kan cewek. Masa nembak cowok?”
“Gue bilangin, deh!” Kiki langsung mengambil HP nya dan menelepon Giovanno sebelum Bintang melarangnya.
“Gee, ke sini cepetan! Lu tembak Meme sekarang juga! Tapi elu ke sini! Oke. Cepetan ya!” Kiki memutuskan hubungan. “Udah, Me. Tunggu aja ya!”
“KIKI!!! Gue bunuh lu!” geram Bintang beberapa detik sebelum Giovanno datang.
“Gila lu, Gee! Naik apaan lu seepet itu?” tanya Kiki.
“Elu lupa kalo rumah gue kan deket banget sama nih taman?” jawab Giovanno dengan pertanyaan juga.
“Lupa gue. Hahaha…. Gee, gue ama Ton, Lee, Lim cari minum dulu ya!” pamit Kiki.
“Gue titip 2!” seru Giovanno pada Kiki yang mulai menjauh.
“Gee….”
“Apa, Tang?”
“Aku telpon kamu kok nggak diangkat? Aku lagi butuh kamu, tau!” protes Bintang tiba-tiba.
“Maaf, Tang. Nggak denger tadi. Kenapa? Kangen? Jujur aja, deh! Daripada kamu nyesel? Banyak yang antri, tapi aku tetep pertahanin kamu, Tang. Aku suka ama kamu, Tang. Aku butuh kamu di sisiku.”
“Gee…. Mungkin kamu nggak sadar kalo aku juga udah suka ama kamu dari dulu. Aku pun baru sadar sekarang saat aku bener-bener butuh kamu.”
“Tang, kamu mau jadi cewekku?”
“Nggak,” jawab Bintang singkat yang membuat Giovanno sontak terperangah.
“Nggak bisa nolak?” tanya Giovanno.
“Ih, pede! Tapi, tau dari mana aku mau ngomong kayak gitu?”
“Udah sering kali, Tang kata-kata ini. Hahaha…. Untung deh, kamu mau jujur sama perasaanmu. Coba nggak! Wah, aku terlanjur jadi milik orang lain, kamu yang miris ngeliatnya. Jujur itu selalu membawa kebahagiaan, Tang.”
“Oh ya? Kalau gitu, kamu harus selalu jujur sama aku!”
“Tentu saja, asalkan kau lakukan itu juga! Hahaha…. Bintang, Bintang. Kamu emank bintangku yang bersinar paling terang, Di angkasa dan di hatiku.”
Giovanno memeluk Bintang yang balas memeluknya.William, Anthony, Xiao Lim, dan Kiki ikut tersenyum bahagia mengintip kejadian ini.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar