“Huh hah huh hah…,” Vena masuk ke
kelas dengan muka merah padam gara-gara berlari dari rumah ke sekolahnya yang
tidak terlalu jauh itu. Tadi pagi, Vena bangun jam setengah tujuh. Langsung
saja cepat-cepat ia mandi. Karena jarak rumah-sekolah tidak sampai 10 menit,
Vena sampai di sekolah tepat ketika pintu gerbang akan ditutup. Ini gara-gara
Mama pergi ke Hongkong, sih, batin Vena.
Marvena Aprilliani adalah seorang
anak keluarga broken home. Ayahnya meninggalkannya ketika umurnya baru 1 bulan.
Ibunya adalah seorang pekerja kantor yang tangguh dan pintar sehingga bisa
membiayai sekolah anaknya di sekolah elit.
“Vena…. Baru datang nih? Kenapa
telat?” tanya Arvel, sahabatnya.
“Mama…. Mama ke Hongkong, aku nggak
ada yang bangunin tadi. Makanya aku telat,” jawab Vena.
“Emang kamu bangun jam berapa?” tanya
Arvel sambil mengambil buku Matematikanya.
“Jam setengah tujuh,” jawab Vena
santai.
“Astaga, Vena! Kamu nggak pasang jam
weker?”
“Udah bunyi, sih. Trus aku matikan,
biar damai. Hehehe….”
“Besok aku akan bangunin kamu!” kata
Arvel. Vena hanya mengangguk karena Bu Kiren udah datang.
“Ven, lu jahat bangat sih?! Lu pukul
Aji pake apa, hah? Lu pikir kepala Aji sekuat tembok, apa? Udah tau Aji itu
badannya lemes, eh malah dipukul lagi!” serang Arvel pada Vena.
“Maaf, Vel. Aku nggak sengaja. Tadi
aku lagi asyik main basket, nggak taunya waktu aku ngeshoot, waktu itu juga Aji
lewat. Maafin aku, Vel…. Aku bener-bener nggak sengaja,” pinta Vena.
“Maaf, maaf! Emang cukup apa lu minta
maaf? Kalo sampe Aji kenapa-napa, gue tuntut lu!” Arvel masih marah-marah. Aji,
pacar Arvel sejak 2 bulan lalu, memang seorang yang lemah fisiknya. Tadi,
begitu Aji kena bola, ia langsung dilarikan ke rumah sakit. Tiba-tiba keluarlah
seorang dokter dari kamar Aji.
“Dokter, gimana kabar Aji?” tanya
Arvel langsung.
“Pasien mengalami gegar otak yang
cukup berat. Pasien akan melupakan beberapa hal dalam jangka waktu 3 bulan
terakhir,” jawab sang dokter.
“Tidak…,” gumam Arvel yang langsung
masuk ke kamar Aji. Vena pun ikut masuk diam-diam.
“Heh…. Keluar lu!” perintah Arvel.
“Tapi, Vel….”
“Gue suruh lu keluar! Sekarang juga!
Nggak usah dateng ke sini lagi!”
“Arvel…. Aku minta maaf, Vel....”
“Cepet keluar ato gue panggilin
satpam nih!” Vena langsung keluar dari kamar Aji. Dia pulang sambil menundukkan
kepala, tanda putus asa.
“Heh! Jalan pake mata! Lu tuh punya
mata dipake yang bener!” Arvel sengaja mengulurkan kakinya di depan Vena.
“Hoii! Lu yang jegal gue. Sadar diri
donk! Jalan pake mata, kapan sampenya?” bentak Vena.
Hmm…. Gara-gara insiden “gagar otaknya
Aji”, Vena sama Arvel jadi tengkar mulu. Nih, lihat belum ada 5 menit udah
tengkar lagi….
“ARVEL!!! Lu apain meja gue hah?
Lengket semua kaya gini…. Awas lu ya!”
“Sukurin! Siapa suruh lu hancurin
kenangan gue?!”
Wah wah…. Keadaan terus bertambah parah
hingga ada suatu kejadian yang mengejutkan mereka berdua…
“Vena, kamu ikut Mama ya! Hari ini
Mama mau ketemu Papa kamu.”
“Yahh Mama…. Males lagi,” protes
Vena.
“Eh…, nggak ada males-malesan. Ganti
dress sana, sekarang!”
Di rumah yang lain…
“Arvel, ikut Papa! Papa mau ketemu
Mama kamu. Kamu pasti pengen liat kan wajah Mama kamu?”
“Hmm…. Oke deh Pa.”
1 jam kemudian di suatu resto….
“Ma, Papa mana?” tanya Vena.
“Belum datang sayang. Kita tunggu
dulu aja.”
“Vena ke kamar mandi dulu, yahh Ma.”
Tanpa diduga…
“Della…. Apa kabar?” tanya Papa.
“Wah, Thomas…. Ini Arvel?” tanya
Mama.
“Iya, Ma. Arvel kangen Mama,” jawab
Arvel.
“Loh, Vena ke mana, Ma? Nggak ikut?
Kan kita udah sepakat mau mempertemukan kedua anak kita,” tanya Papa.
“Vena?” celetuk Arvel heran ketika mendengar
nama Vera dan melihat seseorang yang berjalan keluar kamar mandi.
“Arvel?” Vena yang telah sampai di
sebelah Mama juga heran melihat Arvel.
“Vena, Arvel. Kalian ini saudara
kembar….”
“APA? Kembar ama dia? Nggak sudi!”
jerit Vena dan Arvel berbarengan.
“Lohh? Kalian saling kenal?” tanya
Papa bingung.
“Gimana nggak? Vena sampe bosen
sekelas ama dia. Sikapnya itu lho, nggak bisa dewasa,” jawab Vena.
“Heh, nyadar donk! Kamu itu yang
sembrono. Kerja aja grasa-grusu,” protes Arvel.
“Heii! Kalian ini kembar kok malah
tengkar?” lerai Mama.
“Kembar kok nggak mirip,” celetuk
Arvel.
“Vel…. Sebentar sebentar. Aku baru
ingat kalo nama kita mirip. Iya, nama kita mirip. Dulu kita sering
berandai-andai kalo kita itu saudara kembar. Ingat? Namaku Marvena Aprilliani dan
kamu Marvella Aprilliana,” kata Vena menyadarkan Arvel.
“Iyaa…. Trus kita tengkar cuma
gara-gara Aji. Ya ampun, Ven…. Maaf banget ya, waktu itu aku nggak maafin
kamu,” kata Arvel.
“Iya, nggak apa-apa kok. Yang
penting, kita udah sama-sama sadar,” jawab Vena sambil tersenyum.
“Boleh Mama lanjut? Mama dan Papa
bercerai saat kalian masih sangat kecil. Nah, sekarang ini, kami ingin bersatu
kembali. Bagaimana pendapat kalian?” tanya Mama.
“Wah, serius ini, Ma?” tanya Vena.
“Serius, Pa?” tanya Arvel.
“Iyaa, nak…,” jawab Mama dan Papa.
Wah…. Akhirnya mereka berempat saling
berpelukkan, mereka keluar dari resto tanpa membeli apa-apa. Pelayan yang
menjaga resto sampai terbengong-bengong melihat adegan itu. Huft… finally happy
ending deh!
Tidak ada komentar:
Posting Komentar