Sabtu, 30 April 2011

It’s My School


Hai, aku Stefani Malley McMaroon, panggil aja Stefan atau Stef dan jangan pernah panggil aku Stefani karena nama itu jelek dan terlalu cewek. Aku sekolah di Lovely, Joy, and Peace School di kota yang sangat kecil di London. Aku nggak tau kenapa kedua orang tuaku memilihkan aku sekolah di sekolah itu. Mungkin mereka menginginkan aku menjadi anak suci yang penuh perdamaian. Amit-amit, tak akan pernah! Aku kan suka dengan pertengkaran. Bagiku, itu adalah suatu tantangan. Aku paling suka bermain karate untuk bertengkar.
Sebenarnya, malas mengakui bahwa aku sekolah di Lovely, Joy, and Peace School. Habis, setiap kali aku mengakuinya, maka teman-temanku (yang mengikuti kursus karate), akan langsung tertawa. Mereka akan berkata, “Wah, Stef kita tidak suka pertengkaran. Ia memilih sekolah perdamaian. Lebih baik kau tak usah ada di Karate Course. Percuma!!!” Jangan ikut mengata-ngataiku. Aku memang tak seberuntung yang lain.

Hari pertamaku, sangatlah buruk. Aku terlambat dan disuruh lari mengelilingi lapangan sebanyak 10 kali. Aku hanya melakukannya selama 10 menit karena aku sudah terbiasa berlari pemanasan di Karate Course. Setelah selesai, aku langsung ke guru tugas yang menyuruhku berlari tadi. Aku diberi ceramah selama 10 menit. Bayangkan betapa merananya aku.  Aku hanya menunduk dan menunduk terus sampai-sampai ketiduran.
Setelah selesai, aku langsung masuk ke kelasku, kelas Bahasa. Informasi tentang apa yang harus dibawa besok telah selesai diberitahukan. Sekarang, wali kelasku, Ms. Loony (maksudku Luna, karena Loony artinya gila. Menurutku ia memang gila dan entah kenapa semua murid menyukainya kecuali aku), ia sedang menyuruh murid-murid maju ke depan untuk memperkenalkan diri. Ms. Loony, dia benar-benar gila menyuruhku duduk di sebelah Mary Nonary Auriry, anak paling MENTEL sedunia. Aku bilang juga apa, ia langsung bergidik ketika aku duduk, entah kenapa. Tapi, menurut penerawanganku, ia tak suka aku karena aku tomboy dan pintar karate (mungkin ia takut pipinya yang bulat seperti bakpao habis kutonjok). Ia memang tak suka olahraga. O, iya, barusan ide melayang di otakku, aku punya julukan untuk anak paling MENTEL sedunia ini. Julukannya adalah MARY SORI STROBERI LOVELY, atau lebih singkatnya, SI LOVELY. Keren kan???
Karena tak ada yang kukenal selain si Lovely, terpaksa aku meminjam buku pada si Lovely. Tapi, aku langsung ditolak mentah-mentah. Aku tak berusaha memaksanya untuk meminjamkan buku itu padaku karena aku tau diri. Kuputuskan (jika ada kesempatan manis), aku akan menonjok pipinya yang bulat itu biar sedikit kempis.
Aku tak tau apa-apa tentang tugas sekolah sialan itu. Tapi aku tak peduli.

Hari kedua, lebih parah. Aku hanya membawa 1 buku, 1 bolpoin, 1 pensil, 1 penghapus dan 1 tip-ex. Aku tidak membawa buku paket yang sudah kubeli sebelum masuk, karena aku tak tau buku apa yang harus kubawa. Tapi, tenang saja, aku sudah membaca dan menghafal keseluruhan buku itu. Jadi, aku selalu dapat menjawab pertanyaan guru-guru. Tapi, guru-guru itu selalu heran jika melihat aku yang hanya membawa sedikit peralatan untuk sekolah tapi dengan otak yang mengalir seperti air terjun.

Hari ketiga, hmm… ini lebih baik daripada sebelumnya. Aku sudah menulis jadwal dan sudah membawa paket yang diharuskan dibawa. Saat di perjalanan menuju sekolah PERDAMAIAN itu, aku bertemu Cathleen, salah seorang temanku yang lemah lembut dan sangat penakut. Tapi aku suka dengannya dan aku menginginkan ia menjadi sahabatku. Tapi, buru-buru kuhapus pikiran itu karena aku ingat bahwa dia penggemar berat si Lovely. O, iya, belum sempat kupraktikkan jurusku kepadanya.
Pelajaran tidak lebih baik. Fisika tentang asam, basa, garam yang sedikit menjurus ke Kimia dengan pengajar yang (maaf) plontos dan berlogat Prancis yang kental. Bahasa yang terus menurus mendengarkan ceramah dari seorang guru muda yang sebenarnya cantik, hanya saja (maaf) mulutnya tak lebih kecil dari bebek. Ekonomi pelajaran yang membahas tentang produksi, konsumsi dan distribusi, juga tak ketinggalan mempelajari uang. Aku jadi berpikir, apakah guru pelajaran Ekonomi itu (sekali lagi, maaf) mata duitan, karena setiap pelajarannya hanya membahas tentang uang, uang dan uang. Matematika adalah pelajaran yang paling mending dari semuanya. Hanya saja, aku tak habis pikir mengapa aku dimasukkan ke kelas yang lamban ini. Karena kelas yang lamban ini, maka pelajaran pun tak maju-maju.
Aku ingin ULANGAN. Membacanya saja, kalian pasti heran dan tak menginginkannya. Tapi, aku sangat menyukainya. Bagiku yang menyukai tantangan, ulangan adalah tantangan yang sangat menantang. Pelajaran adalah cara melewati tantangan itu dan nilai adalah hasil dari tantangan yang telah kita lewati itu, apakah berhasil atau tidak.

Akhirnya hari keempat. ULANGAN. Cihuii…. Aku dapat nilai 100 dalam ulangan Bahasa mendadak. Soal-soalnya sangat mudah. Tau nggak, nilai si Lovely? Ia adalah anak yang nilainya paling rendah, hanya benar 1 soal dari 10 soal. Itupun soal yang dapat dinalar.

Ah, akhirnya hari kelima. Saat yang sangat kutunggu, yaitu menjotos si Lovely. Salah sendiri mulai duluan.
“Stefani bohong…, Stefani bohong…, Stefani besar mulut…, cuma bisa omong nggak ada bukti…. Apakah Stefani bisa bermain karate??? Jawabannya nol besar, hahaha….” Ia membuatnya seperti lagu. Ia juga memanggilku tengan panggilan Stefani, nama yang paling kubenci. Terlalu cewek. Ia masih belum puas.
“S-T-E-F-A-N-I, Stefani adalah nama yang cantik, tetapi ia tak mau dipanggil begitu. Ia minta dipanggil menggunakan nama Stefan yang bagiku sangat jelek. Artinya….” Belum lagi ia sempat menyelesaikan kalimatnya, tangan kananku sudah melayang ke pipi empuknya dan dengan tangan kiriku, aku mengunci tubuhnya hingga ia tak bisa bergerak.
“Stefani, apa yang kamu lakukan?” tanya Cathleen. Aku tak tau ia marah atau kagum karena mukanya yang polos itu sulit diartikan.
“Aku? A… aku… habis dia mulai duluan, sih!” jawabku sambil menunjuk si Lovely. Jangan panggil aku Stefani, nama yang terlalu cewek itu!Wah, bisa kurasakan mukaku merah padam karena salah tingkah.
“Maaf, aku nggak tau kalo kamu nggak suka dipanggil Stefani,” katanya meminta maaf. “Tapi, bukan itu maksudku. Aku nggak marah kamu melakukan jurus itu pada si Lovely. Aku justru kagum. Aku suka pertengkaran sepertimu. Maukah kau ajari aku beberapa jurus karate itu?”
Hah, yang benar? Aku nggak mimpi, kan? Mukaku merah lagi, tapi kali ini gara-gara seneng banget.
“Kenapa kamu nggak ikut aku aja besok ke Karate Course? Di Mango Street nomer 33. Mau?” tanyaku.
“Okelah kalau begitu. Besok kamu jemput aku di rumahku. Fillico Street nomer 10. Tapi, biayanya mahal nggak?” kata Cathleen.
“Murah, cuma 3 Dollar per bulan. Rumahku di Fillico Street nomer 20, lho! Tapi, kok aku nggak tau kamu, sih?” tanyaku.
“Aku kan baru pindah kemarin,” jawab Cathleen. “Eh, di sini kok nggak enak, ya? O, iya, kan ada si Lovely. Pindah aja, yuk!”
Aku dan Cathleen pergi ke kantin. Ia menceritakan alasan mengapa ia berteman dengan si Lovely. Ternyata, ia ingin mendekatiku dengan cara mendekati si Lovely yang duduk sebangku denganku. Ia memang pemalu, sangat pemalu.
Kabar baiknya, aku dan Cathleen bersahabat. Tetapi kabar buruknya, aku dihukum karena bermain karate di sekolah yang penuh damai ini.

Hari keenamku…… rasanya…… nggak, sangat susah dilukiskan. Tapi, yang jelas aku seneng banget. Tempat dudukku dipindah di sebelah Cathleen, karena guru-guru takut si Lovely kehilangan separo pipinya.
Tet…, bel istirahat berbunyi. Aku segera ke kantin bersama Cathleen. Wah, di depan TV rame banget, sih? Ada apa ya?
“Berita terbaru, murid kelas 7-1 bernama Stefani Malley McMaroon telah mengeluarkan jurus karatenya karena ia jengkel dengan Mary Nonary Auriry yang biasa dipanggil si Lovely. Ms. Auriry telah mengejek Ms. McMaroon dengan kata-kata yang panas. Fans Ms. Auriry, Cathleen Jocelyn Monety justru bersahabat dengan Ms. McMaroon karena Ms. Monety kagum akan jurus Ms. McMaroon.
“Berita seru lainnya…,” kata pembawa acara di TV yang ternyata adalah anak kelas 9-3 bernama Milka Donia Smith. Setelah mendengarkan berita, murid-murid berbisik-bisik dan menunjuk-nunjuk aku serta Cathleen.
“Wah, kalian masuk berita sekolah, nih!” kata seseorang di belakang kami. Dia adalah…
“Liza? Ngapain kamu di sini?” tanyaku dan Cathleen bersamaan.
“Mengirim surat dari fans kalian. Termasuk aku!” jawab Liza santai.
Oh, my God. Nggak mungkin, kita juga punya fans. Keren!” seruku.
“He-eh, baca aja dulu suratnya!” suruh Liza. Aku dan Cathleen langsung membuka semua surat. Baca, nih salah satunya. Ini yang paling normal. Habis yang lain aneh-aneh, sih!


Dear, Stefan, Cathleen,
Aku Lucy, kelas 3-3
Congratulation, ya!!!
Aku salut sama kamu, Stef!!! Ajarin jurusnya, dong!!!
Cath, cocok banget, deh!!! Maksudku kamu dan Stefan sahabatan.
Pesenku, jauhi si Lovely!!!
Dia suka memeras kami yang lebih kecil dan kalau sama kakak kelas, wuih..., caper banget!!!
Stef, Cath, temui kami para penggemarmu di istirahat kedua di depan ruang Bahasa.

                                                                     Luph,
                                   Lucy
 Lucy Margaretta Mavira



Dan ini yang paling aneh sekaligus paling kreatif.






Stefan dan Cathleen                                
Bravo, my hero!!!                        
Hai, aku Karen
        Kelas 5-4
Berjuta tembakan menunggu                                 Polisi,
        Di istirahat kedua
Depan ruang Bahasa                                       LoReNd
        Dariku dan temen-temen                Karen Lorend Naguella
Fans setiamu
        Hati-hati para buronan
Angkat tangan sebelum...
        Tertembak kejutan


“Kreatif, ya!!! Karen..., sering denger namanya,” komentar Cathleen.
“Dia kan bintang sekolah. Juara apa aja. Bahkan, dia buat buku yang judulnya ‘My Lovely Little Diary’,” jawab Liza. “Denger-denger,dia malah mau buat buku lagi dengan judul ‘My Hero’, dengan tokoh utamanya kalian,”
“Betul, aku punya bukunya. Ceritanya keren!!!” kataku.
“Gimana, nih, kalian nanti bisa, kan?” tanya Liza.
“Apa? Oh, istirahat kedua. Ok...,” jawabku.
Tet..., bel masuk berbunyi. Pelajaran yang sama terus menerus diulang karena ada beberapa anak yang belum bisa. Bosen!!!

Tet..., akhirnya istirahat kedua. Aku dan Cathleen langsung ke depan ruang Bahasa. Waw, hadiah, dari bunga, coklat, kue, es krim dan lain-lain. Bahkan ada spanduk yang berbunyi ‘Our Hero, Stefan and Cathleen, Welcome in the SteCath World’. Lho, lho, wah, penggemar kami berdatangan. Dari yang kelas 1 sampai kelas 9, semuanya 15 anak.
“Perkenalkan diri!!!” kata Liza memimpin.
“Molly Mectunia Prongs, panggilanku Molly, kelas 1-3.”
“Rose Nicole Mellinia, panggilanku Nicole, kelas 2-4.”
“Yolanda Evita McKaron, panggilanku Yolanda, kelas 3-1.”
“Lucy Margaretta Mavira, panggilanku Lucy, kelas 3-3.”
“Emily Nanonia Frost, panggilanku Emily, kelas 4-2.”
“Karen Lorend Naguella, panggilanku Karen, kelas 5-4.”
“Oh, kamu ya yang namanya Karen? Aku punya bukumu. Fantastic!!!” selaku.
Thank’s,” jawab Karen.
“Michiella Conan Fracose, panggilanku Chi-Chi, kelas 5-5.”
“Natasha Malory Twinie, panggilanku Sha-Sha, kelas 5-6.”
“Maria Yohana Smith, panggilanku Maria, kelas 6-1.”
“Kamu adiknya Milka, ya? Pembawa acara berita sekolah itu!!!” sela Cathleen.
“Ya,” jawab Maria.
“Vanessa Lioline Chonchita, panggilanku Lioline, kelas 6-1.
“Liza Catharina Tripzi, satu kelas dengan kalian.”
“Monica Emeline Makenia, panggilanku Monica, kelas 7-3.”
“Nia!!! Jangan bikin kegaduhan, ah!!!” bentak Liza.
“Iya, ya!!! Habis, aku bosen, nih!!!” kata Nia.
“Kezia Martha McVaness, panggilanku Zhi-Zhi, kelas 8-6.”
“Vania Kennon Prizkila, panggilanku Vania, kelas 9-5.”
“Zania Kenny Prizkila, kembaran Vania, biasa dipanggil Zania, kelas 9-5.”
Ok, lalu, apa ini???” tanyaku sambil menunjuk barang-barang yang ada di bawah.
“Untuk kalian, kami juga buat perkumpulan para penggemarmu yang namanya Club SteCath World. Gimana kalau setiap anak yang mau ikut club ini harus ikut ke Karate Course?” tanya Zhi-Zhi.
“Setuju, tapi kalian harus masuk ke tingkat yang paling dasar, nggak papa, kan?” jawabku. Semua mengangguk setuju.

Sore pukul 3...
“Stefan, ayo berangkat!!!” ajak semua temanku yang ada di depan rumah.

Satu tahun, dua tahun, tiga tahun, ya, sudah tiga tahun berlalu. Club Stecath World masih terus berjalan dan anggotanya sudah 50 anak. Demikian pula dengan Karate Course yang sudah penuh dengan anak-anak Lovely, Joy, and Peace School.
Atas permintaan anak-anak Club SteCath World, Karate Course kini bekerja sama dengan sekolah kami.
Berita baiknya, si Lovely sudah tak berani memeras anak-anak kecil lagi karena banyak di antara mereka yang pintar karate.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar